THE POWER OF GIVE
Akhmad Hasan Saleh
Beberapa
tahun tepatnya 12 tahun yang lalu, saya menjadi pendamping masyarakat melakukan
dakwah ekonomi di daerah rawan kerusuhan Halmahera Barat Maluku Utara. Daerah
yang sangat subur penuh dengan tanaman perkebunan membuat saya takjub. Namun
disisi lain, jauh dari keluarga tanpa sanak saudara. Disana saya berkenalan
dengan orang setempat. Orang ini ternyata berasal dari jawa yang tinggal di
Maluku Utara sejak tahun 2000, ia bersama dengan istri dan satu anaknya yang masih kecil. Saya
kira hanya sayalah disana yang tanpa sanak saudara, ternyata masih ada orang
yang lebih kurang beruntung kehidupannya dari saya di tempat perantauan. Mereka
hidup dalam satu rumah kos-kosan yang dihuni oleh beberapa karyawan perusahaan,
keluarga kecil itu hanya mampu menyewa satu kamar kecil berukuran 3 x 3 meter.
Sebelumnya mereka tinggal berpindah-pindah dari kos-kosan ke kos-kosan yang
lain. Rumahnya pun tidak layak untuk ditempati, bisa dibayangkan rumah pesisir
pantai. Suaminya bekerja sebagai tukang ojek dengan sepeda motor sewaan.
Penghasilannya pun tak menentu. Uang hasil ojek yang bisa ia bawa pulang setiap
hari maksimal 50.000, jika hari itu menjadi keberuntungannya, jika lagi sepi
penumpang hampir tidak bawa apa-apa, karena uang sudah habis dengan sewa motor,
bahkan harus ngutang uang sewa pada juragannya (pemilik sepeda motor).
Saat
itu, saya berinisiatif untuk mengajak mereka untuk tinggal bersama di rumah
kontrakan yang saya kontrak. Dalam hati kecil ini berkata, “biarlah saya
menanggung hidup mereka, lah wong sama-sama hidup diperantauan”. Dengan gaji
pas-pasan saya harus membayar kontrakan bulanan dan menanggung makan harian
satu keluarga itu, belum lagi biaya transportasi yang cukup mahal karena harus
menempuh perjalanan keluar masuk hutan dan menyeberangi lautan ternate-Halmahera.
Hampir-hampir gaji setiap bulan tak dapat saya tabung untuk dibawa pulang
diakhir masa kontrak pendampingan. Sedangkan sebelumnya saya sudah
menghitung-hitung gaji untuk saya bawa pulang diakhir masa tugas selama 1
tahun. Perkiraan hitungan gaji yang akan saya bawa pulang sebesar 10 juta. Namun
pikiran itu lenyap ketika waku terus berjalan menanggung keluarga tersebut, saya
tidak lagi berfikir untuk diri sendiri, tetapi bagaimana keluarga dengan satu
anak itu bisa hidup layak. Mereka sangat perhatian kepada saya, setiap saya
pulang dari pendampingan mereka sudah menyiapkan makanan untuk saya diatas meja
makan.
Pada
suatu malam, saya pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat qiyamul lail. Saat
itu saya berfikir, “hanya ini yang bisa saya lakukan untuk bisa mendapatkan
pertolongan Allah dan mengetuk pintu langitNya serta membaca al qur’an untuk
berkomunikasi dengan Allah”. Dalam hati kecil saya semakin bertambah keyakinan
itu. Pada saat membaca al qur’an, saya sempat terhenti pada ayat al baqarah
ayat 261 “Perumpamaan orang yang
meninfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah
melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha mengetahui”. Ayat ini membuat saya merenung selama seminggu “apa ia,
saya akan mendapatkan sebanyak 7 kali lipat bahkan lebih?”. Saya baru sadar
bahwa Allah akan melipatgandakan pahala apapun yang kita lakukan dengan ikhlas,
khususnya harta kita, entah berupa kesahatan atau yang lainnya. Keyakinan untuk
membantu keluarga yang menjadi tanggungan saya itu semakin kuat. Walaupun pada
akhirnya hitungan saya meleset untuk bisa membawa uang hasil pendampingan setahun
sebanyak 10 juta.
Dipertengahan
tahun masa tugas pendampingan, saya berinisiatif untuk membuka bisnis besi tua,
namun yang mengelola adalah keluarga tersebut. Akhirnya bisnis besi tua pun
berjalan. Satu bulan pertama mendapatkan laba bersih sebesar 1,5 juta. Sampai
kemudian usaha besi tua itu saya limpahkan sepenuhnya kepada keluarga tersebut.
Namun dari keuntungan yang didapatkan hanya cukup untuk membayar hutang-hutang
yang menumpuk di masa lalunya. Saya tidak mengambil keuntungan sedikit pun dari
penjualan besi tua. Dalam fikiran saya “biarlah mereka menikmati penghasilan
itu, biarlah mereka bahagia, supaya mereka seperti orang lain yang layak
menikmati kebahagian dari hasil usahanya”.
Waktu
terus berjalan hingga dipenghujung tahun masa kontrak sebagai pendamping
masyarakat. Saya merasa sedih harus meninggalkan keluarga tersebut yang sudah
seperti keluarga sendiri. Sedangkan uang kerja setahun yang saya tabung hanya
mencapai 2 juta. Namun hati ini tetap memiliki keyakinan pada Allah, bahwa
Allah tak pernah tidur dan Allah takkan ingkar janji. Pikiran saya menerawang
jauh kedepan dan berfikir bahwa orang yang tidak beriman saja, Allah berikan
harta dan kesehatan, apalagi orang yang beriman pada Allah, pasti Allah akan
jaga dan akan diberikan segalanya nanti pada waktunya. Fikiran inilah yang
kemudian menguatkan saya untuk terus berharap pada Allah, walaupun selalu
muncul pertanyaan “kapan?, mana? Saya lagi butuh”. Dan kemudian muncul jawaban
dari hati ini, “pertolongan Allah datang tepat pada waktunya”.
Waktu
terus berlalu, sehingga satu minggu sebelum kepulangan, saya dikagetkan dengan pemberian
seorang teman asli ternate, dia memberikan sesuatu pada saya berupa amplop
besar berwarna coklat, setelah saya buka ternyata Subhanallah........ didalamnya
berisi uang. Lebih kaget lagi setelah saya hitung berjumlah 8 juta. Saya
terharu dan dalam dada ini semakin bertambah keyakinan itu. Bahwa Allah akan
berikan kenikmatan dan menyelesaikan masalah hamba tepat pada waktunya, karena
Allah tak ingkar janji. Sejak itu keyakinan terhadap rizqi Allah tak pernah ragu
dan risau, yang ada dalam fikiran saya bahwa “Allah akan berikan rizqi pada
hambaNya tepat pada waktunya, laa tahzan
innallaha ma’ana (jangan sedih Allah bersama kita)”. Bahkan sampai pada
prinsip “ketika tidak punya segeralah banyak memberi, ketika punya perbanyaklah
lagi”. Keyakinan saya dikuatkan juga dengan kata-kata sang murobbi yang terus
terpatri dalam hati yaitu “jadilah wong loman (orang dermawan)”. Maka benarlah
janji Allah dalam surat al baqorah ayat 261. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terima kasih telah membuka blog ini