Kamis, 24 Mei 2018


MENJADI AYAH VISIONER
Oleh. Akhmad Hasan Saleh

“ Di antara hak anak dari ayahnya ialah memberikan pendidikan kepada anak kepandaian menulis, membaca, kepandaian berenang, kepandaian membidik, dan memberikannya rezeki dengan rezeki yang halal.” (HR. Abu Syekh dan Al Baihaqi).
Hadits diatas mengisyaratkan pada orangtua, khususnya ayah untuk menunaikan kewajibannya dalam pendidikan keluarga. Ada hak anak terhadap orang tuanya adalah memperoleh pendidikan yang layak. Pendidikan yang pertama harus diberikan pada anak adalah pendidikan dan pemahaman tentang pengenalan terhadap Robnya, mengenal Rasulnya, mengajarkan sholat dan al qur’an, memberi tauladan yang baik.
Orang tua (Ayah dan ibu) memiliki posisi dan porsi yang berbeda dalam memberikan pendidikan. Ibu yang cenderung lembut, sayang, perasa menjadikan anak memiliki kelembutan dan kasih sayang, sedangkan ayah adalah sosok yang tegas, penuh tanggungjawab, logis, pengambil keputusan akan mampu menjadikan anak untuk menjadi sosok pemimpin atau menjadi pelindung bagi keluarganya. Sosok ayah tak bisa dipisahkan dari pendidikan keluarga. Ayah tetap ayah dan ibu tetap ibu dengan porsi dan sosok yang berbeda, perpaduan keduanya menjadikan anak tidak kehilangan figur keteladanan.
Pembentukan karakteristik anak tergantung pola pendidikan ayah ibunya (suami istri) dan sesuai dengan fitrah seksualitasnya. Menurut Psikolog Elly Risman Musa, Jika punya suami yang kasar, kaku garing dan susah memahami perasaan istrinya, tidak mesra dengan anak, maka perlu ditanyakan, pasti dia tidak dekat dengan ibunya ketika masa sebelum aqilbaligh. Jika punya suami yang sangat tergantung pada istrinya, bingung membuat visi misi keluarga bahkan galau menjadi ayah, pasti dia tidak dekat dengan ayahnya ketika masa anak. Figur ayah dan ibu harus ada sepanjang masa mendidik anak-anak sejak lahir sampai aqilbaligh. Bahkan figur ayah sudah sangat dibutuhkan pada saat anak masih dalam bentuk janin. Anak yang masih dalam kandungan sudah sejak awal memiliki keterikatan emosional dengan ibunya, bagaimana dengan seorang ayah?. Oleh karena itu, pada saat anak masih dalam kandungan, perlunya seorang ayah menyentuh perut istrinya dan bersuara dengan lembut bahkan memberi nasehat pada janin dalam kandungan sambil membacakan ayat-ayat suci al Qur’an sehingga anak dalam kandungan sudah mengenal dan mendapatkan pendidikan sang ayah.
Ayah dengan karakteristiknya menjadikan keluarga menemukan eksistensinya. Arti pentingnya seorang ayah dalam keluarga adalah sebagai motivator kehidupan keluarga, khususnya menjadi figur panutan bagi seorang anak. Berawal dari seorang ayahlah pendidikan itu dimulai, baru kemudian ibu melengkapi pola pendidikan dalam rumah tangga. Maka saling melengkapi dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi sangat penting dalam membentuk anak menjadi sholeh dan sholeha.
“Muliakan anak-anakmu dan didiklah dengan budi pekerti yang baik” (HR. Ibnu Majah)
Tanggungjawab ayah yang pertama adalah memberikan nama yang baik, membesarkannya dengan memberikan nafkah yang toyyib lagi halal, dan menikahkannya. Ketika ayah memberikan nafkah, bukan hanya sekedar materi yang diberikan, namun nafkah pendidikan menjadi yang utama. Ayah hendaknya visioner dalam membangun keluarga–membina istri dan mendidik anak–suami yang memiliki visi dalam rumah tangga tentunya memandang ke masa depan demi terbinanya istri yang sholeha dan anak-anak yang sholeh-sholeha.
Rasulullah SAW sendiri amat memperhatikan masa depan sebagaimana pesannya, “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu dijadikan untuk menghadapi masa yang bukan masamu (yakni masa depan, sebagai generasi pengganti).” Seorang ayah dituntut memiliki wawasan luas tentang dunia dan perkembangannya, sehingga mampu memberikan pendidikan terbaik dan menjadi teladan bagi keluarga. Rasulullah bersabda, “ Di antara hak anak dari ayahnya ialah memberikan pendidikan kepada anak kepandaian menulis, membaca, kepandaian berenang, kepandaian membidik, dan memberikannya rezeki denngan rezeki yang halal.” (HR. Abu Syekh dan Al Baihaqi).
Istri yang perasa kecenderungan lemah menghadapi ‘kenakalan’ anak, maka sosok ketegasan ayah yang dibutuhkan. Ayah visioner memberikan arahan terhadap masa depan keluarga dan anak dengan wawasan yang dimilikinya. Jika ayah tidak memiliki visi dalam membangun keluarga, maka pembinaan dan pendidikan keluarga tidak akan berjalan dengan baik. Sehingga istri dan anak cenderung dengan kesibukannya masing-masing, tidak terbangun kepekaan dan emosional kebersamaan. Guru utama dalam keluarga ada pada ayah, sedangkan ibu adalah guru pertama bagi anak-anaknya.
Imam al Ghazali mengemukakan tentang thariqoh at tarbiyah (sistem pendidikan) yang harus dilalui dalam mendidik anak, sehingga mereka terselamatkan dari api dunia dan akhirat. Beliau mengatakan,”Anak itu amanat Allah yang dipertaruhkan kepada kedua orang tua. Jiwa anak yang suci murni itu bagai permata  indah yang sangat sederhana, yang belum dibentuk. Ia menerima segala bentuk rupa. Karena itu anak yang masih murni jika kita biasakan ke jalan kebajikan, tentu sampai dewasa ia akan selamat. Sebaliknya jika anak-anak kita dibiasakan kejalan kejahatan dan melengahkan pendidikannya sebagai pendidikan binatang, ceaka dan sesatlah akhirnya. Kesalahan itu menjadi tanggungjawab ayah dan ibunya, sebagaimana firman Allah SWT, ‘Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka’. (QS. At Tahrim (66):6).”
Ayah sebagai sosok pemimpin dan pelindung, seyogyanya memberikan tauladan terbaik bagi istri dan anak-anaknya. Sebagaimana Allah berfirman, “Arrijaalu kawwamuna ‘alan nisa’, (laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan)”, maka pantaslah jika ayah memiliki tanggungjawab berat dalam keluarga dan setiap tanggunggungjawab akan dimintai pertanggungjawabannya, Rasulullah bersabda, “Setiap dari kalian adalah pemimpin dana akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan dia bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Dan, orang laki-laki adalam pemimpin dalam keluarganya dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya.....” (Muttafaq’alaih).
Terbangunnya kerjasama dalam pendidikan anak tergantung ayah dalam membawa pada suasana keharmonisan rumah tangga. Ayah visioner tentunya memiliki scadule pendidikan rumah tangga dan mindmap pencapaian cita-cita mulia keluarga. Ayah yang visioner juga menjadi inspirator bagi istri dan anak-anaknya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar, rajin dalam beribadah dan istiqomah dalam dakwah. Ayah yang penyayang juga menjadi tempat konseling bagi istri dan anak-anaknya untuk menemukan solusi yang terbaik dikala menghadapi kebuntuhan permasalahan, menjadikan anak memahami peran sosial sebagai pemimpin, menjadikan anak mampu berkomunikasi secara terbuka, memiliki percaya diri dan mampu mengelolah perasaan cinta.
Bersyukurlah kita dijadikan orang tua yang mampu menjadikan anak-anak tumbuh dalam asuhan kasih sayang, belaian dan cinta kita yang semata untuk menggapai ridho Allah SWT. Wallahu a’lam.

THE POWER OF GIVE


THE POWER OF GIVE
Akhmad Hasan Saleh

Gambar terkait

Beberapa tahun tepatnya 12 tahun yang lalu, saya menjadi pendamping masyarakat melakukan dakwah ekonomi di daerah rawan kerusuhan Halmahera Barat Maluku Utara. Daerah yang sangat subur penuh dengan tanaman perkebunan membuat saya takjub. Namun disisi lain, jauh dari keluarga tanpa sanak saudara. Disana saya berkenalan dengan orang setempat. Orang ini ternyata berasal dari jawa yang tinggal di Maluku Utara sejak tahun 2000, ia bersama dengan  istri dan satu anaknya yang masih kecil. Saya kira hanya sayalah disana yang tanpa sanak saudara, ternyata masih ada orang yang lebih kurang beruntung kehidupannya dari saya di tempat perantauan. Mereka hidup dalam satu rumah kos-kosan yang dihuni oleh beberapa karyawan perusahaan, keluarga kecil itu hanya mampu menyewa satu kamar kecil berukuran 3 x 3 meter. Sebelumnya mereka tinggal berpindah-pindah dari kos-kosan ke kos-kosan yang lain. Rumahnya pun tidak layak untuk ditempati, bisa dibayangkan rumah pesisir pantai. Suaminya bekerja sebagai tukang ojek dengan sepeda motor sewaan. Penghasilannya pun tak menentu. Uang hasil ojek yang bisa ia bawa pulang setiap hari maksimal 50.000, jika hari itu menjadi keberuntungannya, jika lagi sepi penumpang hampir tidak bawa apa-apa, karena uang sudah habis dengan sewa motor, bahkan harus ngutang uang sewa pada juragannya (pemilik sepeda motor).
Saat itu, saya berinisiatif untuk mengajak mereka untuk tinggal bersama di rumah kontrakan yang saya kontrak. Dalam hati kecil ini berkata, “biarlah saya menanggung hidup mereka, lah wong sama-sama hidup diperantauan”. Dengan gaji pas-pasan saya harus membayar kontrakan bulanan dan menanggung makan harian satu keluarga itu, belum lagi biaya transportasi yang cukup mahal karena harus menempuh perjalanan keluar masuk hutan dan menyeberangi lautan ternate-Halmahera. Hampir-hampir gaji setiap bulan tak dapat saya tabung untuk dibawa pulang diakhir masa kontrak pendampingan. Sedangkan sebelumnya saya sudah menghitung-hitung gaji untuk saya bawa pulang diakhir masa tugas selama 1 tahun. Perkiraan hitungan gaji yang akan saya bawa pulang sebesar 10 juta. Namun pikiran itu lenyap ketika waku terus berjalan menanggung keluarga tersebut, saya tidak lagi berfikir untuk diri sendiri, tetapi bagaimana keluarga dengan satu anak itu bisa hidup layak. Mereka sangat perhatian kepada saya, setiap saya pulang dari pendampingan mereka sudah menyiapkan makanan untuk saya diatas meja makan.
Pada suatu malam, saya pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat qiyamul lail. Saat itu saya berfikir, “hanya ini yang bisa saya lakukan untuk bisa mendapatkan pertolongan Allah dan mengetuk pintu langitNya serta membaca al qur’an untuk berkomunikasi dengan Allah”. Dalam hati kecil saya semakin bertambah keyakinan itu. Pada saat membaca al qur’an, saya sempat terhenti pada ayat al baqarah ayat 261 Perumpamaan orang yang meninfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui”. Ayat ini membuat saya merenung selama seminggu “apa ia, saya akan mendapatkan sebanyak 7 kali lipat bahkan lebih?”. Saya baru sadar bahwa Allah akan melipatgandakan pahala apapun yang kita lakukan dengan ikhlas, khususnya harta kita, entah berupa kesahatan atau yang lainnya. Keyakinan untuk membantu keluarga yang menjadi tanggungan saya itu semakin kuat. Walaupun pada akhirnya hitungan saya meleset untuk bisa membawa uang hasil pendampingan setahun sebanyak 10 juta.
Dipertengahan tahun masa tugas pendampingan, saya berinisiatif untuk membuka bisnis besi tua, namun yang mengelola adalah keluarga tersebut. Akhirnya bisnis besi tua pun berjalan. Satu bulan pertama mendapatkan laba bersih sebesar 1,5 juta. Sampai kemudian usaha besi tua itu saya limpahkan sepenuhnya kepada keluarga tersebut. Namun dari keuntungan yang didapatkan hanya cukup untuk membayar hutang-hutang yang menumpuk di masa lalunya. Saya tidak mengambil keuntungan sedikit pun dari penjualan besi tua. Dalam fikiran saya “biarlah mereka menikmati penghasilan itu, biarlah mereka bahagia, supaya mereka seperti orang lain yang layak menikmati kebahagian dari hasil usahanya”.
Waktu terus berjalan hingga dipenghujung tahun masa kontrak sebagai pendamping masyarakat. Saya merasa sedih harus meninggalkan keluarga tersebut yang sudah seperti keluarga sendiri. Sedangkan uang kerja setahun yang saya tabung hanya mencapai 2 juta. Namun hati ini tetap memiliki keyakinan pada Allah, bahwa Allah tak pernah tidur dan Allah takkan ingkar janji. Pikiran saya menerawang jauh kedepan dan berfikir bahwa orang yang tidak beriman saja, Allah berikan harta dan kesehatan, apalagi orang yang beriman pada Allah, pasti Allah akan jaga dan akan diberikan segalanya nanti pada waktunya. Fikiran inilah yang kemudian menguatkan saya untuk terus berharap pada Allah, walaupun selalu muncul pertanyaan “kapan?, mana? Saya lagi butuh”. Dan kemudian muncul jawaban dari hati ini, “pertolongan Allah datang tepat pada waktunya”.
Waktu terus berlalu, sehingga satu minggu sebelum kepulangan, saya dikagetkan dengan pemberian seorang teman asli ternate, dia memberikan sesuatu pada saya berupa amplop besar berwarna coklat, setelah saya buka ternyata Subhanallah........ didalamnya berisi uang. Lebih kaget lagi setelah saya hitung berjumlah 8 juta. Saya terharu dan dalam dada ini semakin bertambah keyakinan itu. Bahwa Allah akan berikan kenikmatan dan menyelesaikan masalah hamba tepat pada waktunya, karena Allah tak ingkar janji. Sejak itu keyakinan terhadap rizqi Allah tak pernah ragu dan risau, yang ada dalam fikiran saya bahwa “Allah akan berikan rizqi pada hambaNya tepat pada waktunya, laa tahzan innallaha ma’ana (jangan sedih Allah bersama kita)”. Bahkan sampai pada prinsip “ketika tidak punya segeralah banyak memberi, ketika punya perbanyaklah lagi”. Keyakinan saya dikuatkan juga dengan kata-kata sang murobbi yang terus terpatri dalam hati yaitu “jadilah wong loman (orang dermawan)”. Maka benarlah janji Allah dalam surat al baqorah ayat 261. Wallahu a’lam.

Jumat, 11 Mei 2018

KISAH CINTA AKU DAN KAMU

UNTUKMU YANG AKU CINTA......
Yang selalu menemani hidupku
Memberikan segalanya untukku
Sebagai motivasi dalam perjalanan dakwah
Engkau pula yang memahamiku
saat diri ini letih dalam kepayahan
Engkau pula yang memberikan semangat
Saat diri ini lemah tak berdaya
Engkau pula yang menghibur
Saat masalah demi masalah menghampiri
Engkau yang berjiwa Kadijah
Engkau yang berwatak Aisyah
Engkau yang berakhlaq Fatimah
Kuberharap pada Robku....
Kebersamaan bersamamu di dunia dan disyurga
Bahwa cinta dua insan dalam genggaman akad
adalah dua insan yang akan naik ke syurga Allah bersama-sama

Jika suatu saat, aku bertemu dengan Robku lebih dahulu
maka aku akan bisikkan padaNya
bahwa engkau adalah belahan jiwaku yang setia
menemani dalam perjalanan dakwahku
menjaga amanah yang telah diberikan
mengajari anak-anak dengan kesholihan
engkau khadijahku, aisyahku dan fatimahku

Namun, jika suatu saat engkau lebih dahulu menghadapNya
sampaikan pada Robmu dan Robku
bahwa aku mencintaimu karenaNya.
cukup inilah yang aku miliki untukmu 
wahai bidadariku dunia dan akhirat.

kediri, 10/5/18