INTERKONEKSI
AL AF IDAH
“Orang yang
mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (macam
penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya,
kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir”
(Imam Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah)
Manusia
sebagai ciptaan telah mencapai pada titik kesempurnaan sebagaimana sang
Pencipta mengabadikannya dalam surat at Tin: 4, “ Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Allah swt telah
memberikan hardware dan software dengan segala perangkatnya, dan bahkan
dilengkapi dengan cara maintenance dirinya. Bentuk kesempurnaan yang Allah
berikan pada manusia adalah kelengkapan berupa as sam’a, al abshor dan al af
idah (pendengaran, penglihatan dan jiwa). Kelengkapan itulah yang
menjadikan manusia dari tidak tahu menjadi tahu sebagaimana Allah sampaikan
dalam surat An Nahl: 78.
Dalam An
Nahl:78 tersebut jelas bahwa as
sam’a, al abshor adalah sesuatu yang
melekat di jasad dan sebagai hardware, sedangkan al af idah merupakan
software sebagai penggerak dari hardware, yang dimulai dari niat menjadi amal
dan termaintenance dengan sendirinya oleh al af idah yang ada dalam
setiap diri manusia masing-masing.
Sebagai
seorang muslim tentunya akan tetap menjaga al af idahnya sehingga dapat
terawat dengan baik dan bahkan mampu membangun peradaban dunia untuk lebih beradab.
Bahkan dunia Barat mencatat bahwa peradaban Islam sebagai bangunan timur yang
hebat dihasilkan dari ayat-ayat dalam kitab suci al Qur’an. Kehebatan yang
dibangun dalam peradaban Islam sehingga melahirkan ilmuwan-ilmuwan muslim bukan
karena as sam’a wal abshor” nya, tetapi karena al af idah yang
telah Allah berikan pada setiap muslim.
Kata al af idah dalam beberapa referensi
bermakna sebagai sadr (hati bagian luar), qolbu (hati bagian
dalam), fuad (hati yang lebih dalam) dan albab (hati nurani). Dalam
hal ini makna al af idah sebagai albab yang merupakan jamak dari “lubb”
yang berarti racun, akal, hati, inti, dan sari. Menurut
tasawuf istilah “lubb” adalah hati nurani (hatinya hati). Dari makna ini kita
harus mulai berfikir sebagai muslim yang akademis, Bagaimana pemanfaatan al
af idah dalam dunia akademisi? Bagaimana konteks al af idah bagi
pencari ilmu (pelajar/mahasiswa)? Bagaimana al af idah bagi seorang guru
atau dosen? Bagaimana al af idah bagi karyawan atau pegawai?.
Tentunya akan berbeda seorang muslim dengan non-muslim
dalam penggalian ilmu pengetahuan. Barat yang hanya menggunakan pendengaran,
penglihatan dalam pengkajian dan penelitian ilmu pengetahuan mampu melahirkan empirisisme
yang bersifat keduniawian saja. Tetapi, ketika pengkajian dan penelitian
ilmu pengetahuan melibatkan al af idah maka akan menjadi Islamic
knowledge, seorang muslim dalam pengkajian dan penelitiannya terhadap ayat
kauniyah selalu melibatkan ayat kauliyah, selalu mengaitkan amalnya dengan
ilahiyah. Karena sifat daripada al afidah yang selalu terikat dengan
Penciptanya. Sehingga, dari sekedar pendengaran dan penglihatan kemudian melibatkan
al afidah akan memunculkan cahaya ilmu (nur), maka minaddzulumati ila
an nur harus menjadi tujuan bagi setiap muslim, khususnya bagi akademisi
agar ilmu yang diberikan oleh guru dan diperoleh oleh mahasiswa bermanfaat
untuk kemaslahatan umat “khairunnas anfa’uhum linnas”.
Manusia yang tidak menggunakan al af idahnya
akan suka SMS (Senang Melihat orang lain Susah, Susah Melihat orang lain
Senang). Maka manusia yang demikian akan menjadi manusia yang merugi, karena
waktunya sudah dihabiskan untuk iri, dengki, hasud dan sebagainya, (wal
‘asri innal insaana lafi husrin).
Al af idah
menjadikan kecerdasan bagi manusia, sehingga ia tidak rugi di dunia dan di
akhirat. Al af idah akan mengikis 3 macam penderitaan yang dikatakan
oleh ibn Qoyyim al Jauziy yaitu Kekalutan (pikiran) yang selalu
menyertainya, kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir. Al Af Idah menjadi keunggulan tersendiri bagi manusia, ia
dapat berbentuk apapun sehingga menghilangkan penderitaan yang disebut ibn
Qoyyim al Jauziy. Al af idah bisa berbentuk semangat dakwah, dzikir, atau
semangat ibadah yang lain bahkan dapat membangkitkan semangat entrepreneurship dalam wujud karya
ilmiah, ide cemerlang, pikiran positif, motivasi pengembangan intelektual atau
lembaga. Jika al Af idah menjadi pondasi dasar dan terbina maka akan
melahirkan keikhlasan, kejujuran, kesabaran, amanah, akhlaqul karimah dan
sebagainya.
Al Af idah mampu
menginterkoneksikan bidang keilmuwan apapun, ketika mendapatkan petunjuk dan
jalan lurus dalam kesadaran ilahiyah. Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan
selanjutnya adalah Benarkah konsep al Af idah yang ada dalam diri kita? Apa bentuk al Af idah dalam diri kita?
Bagaimana pendapat anda tentang al Af Idah? Silahkan memberikan interpretasi sendiri tentang
al af idah dalam diri anda.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terima kasih telah membuka blog ini