Rabu, 10 Februari 2016

Interkoneksi al Af idah



INTERKONEKSI AL AF IDAH
 Hasil gambar untuk jiwa

“Orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (macam penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya, kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir

(Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah)


Manusia sebagai ciptaan telah mencapai pada titik kesempurnaan sebagaimana sang Pencipta mengabadikannya dalam surat at Tin: 4, “ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Allah swt telah memberikan hardware dan software dengan segala perangkatnya, dan bahkan dilengkapi dengan cara maintenance dirinya. Bentuk kesempurnaan yang Allah berikan pada manusia adalah kelengkapan berupa as sam’a, al abshor dan al af idah (pendengaran, penglihatan dan jiwa). Kelengkapan itulah yang menjadikan manusia dari tidak tahu menjadi tahu sebagaimana Allah sampaikan dalam surat An Nahl: 78.

Dalam An Nahl:78 tersebut jelas bahwa  as sam’a, al abshor  adalah sesuatu yang melekat di jasad dan sebagai hardware, sedangkan al af idah merupakan software sebagai penggerak dari hardware, yang dimulai dari niat menjadi amal dan termaintenance dengan sendirinya oleh al af idah yang ada dalam setiap diri manusia masing-masing.

Sebagai seorang muslim tentunya akan tetap menjaga al af idahnya sehingga dapat terawat dengan baik dan bahkan mampu membangun peradaban dunia untuk lebih beradab. Bahkan dunia Barat mencatat bahwa peradaban Islam sebagai bangunan timur yang hebat dihasilkan dari ayat-ayat dalam kitab suci al Qur’an. Kehebatan yang dibangun dalam peradaban Islam sehingga melahirkan ilmuwan-ilmuwan muslim bukan karena as sam’a wal abshor” nya, tetapi karena al af idah yang telah Allah berikan pada setiap muslim.

Kata al af idah dalam beberapa referensi bermakna sebagai sadr (hati bagian luar), qolbu (hati bagian dalam), fuad (hati yang lebih dalam) dan albab (hati nurani). Dalam hal ini makna al af idah sebagai albab yang merupakan jamak dari “lubb” yang berarti racun, akal, hati, inti, dan sari. Menurut tasawuf istilah “lubb” adalah hati nurani (hatinya hati). Dari makna ini kita harus mulai berfikir sebagai muslim yang akademis, Bagaimana pemanfaatan al af idah dalam dunia akademisi? Bagaimana konteks al af idah bagi pencari ilmu (pelajar/mahasiswa)? Bagaimana al af idah bagi seorang guru atau dosen? Bagaimana al af idah bagi karyawan atau pegawai?.

Tentunya akan berbeda seorang muslim dengan non-muslim dalam penggalian ilmu pengetahuan. Barat yang hanya menggunakan pendengaran, penglihatan dalam pengkajian dan penelitian ilmu pengetahuan mampu melahirkan empirisisme yang bersifat keduniawian saja. Tetapi, ketika pengkajian dan penelitian ilmu pengetahuan melibatkan al af idah maka akan menjadi Islamic knowledge, seorang muslim dalam pengkajian dan penelitiannya terhadap ayat kauniyah selalu melibatkan ayat kauliyah, selalu mengaitkan amalnya dengan ilahiyah. Karena sifat daripada al afidah yang selalu terikat dengan Penciptanya. Sehingga, dari sekedar pendengaran dan penglihatan kemudian melibatkan al afidah akan memunculkan cahaya ilmu (nur), maka minaddzulumati ila an nur harus menjadi tujuan bagi setiap muslim, khususnya bagi akademisi agar ilmu yang diberikan oleh guru dan diperoleh oleh mahasiswa bermanfaat untuk kemaslahatan umat “khairunnas anfa’uhum linnas”.

Manusia yang tidak menggunakan al af idahnya akan suka SMS (Senang Melihat orang lain Susah, Susah Melihat orang lain Senang). Maka manusia yang demikian akan menjadi manusia yang merugi, karena waktunya sudah dihabiskan untuk iri, dengki, hasud dan sebagainya, (wal ‘asri innal insaana lafi husrin).

Al af idah menjadikan kecerdasan bagi manusia, sehingga ia tidak rugi di dunia dan di akhirat. Al af idah akan mengikis 3 macam penderitaan yang dikatakan oleh ibn Qoyyim al Jauziy yaitu Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya, kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir. Al Af Idah menjadi keunggulan tersendiri bagi manusia, ia dapat berbentuk apapun sehingga menghilangkan penderitaan yang disebut ibn Qoyyim al Jauziy. Al af idah bisa berbentuk semangat dakwah, dzikir, atau semangat ibadah yang lain bahkan dapat membangkitkan semangat entrepreneurship dalam wujud karya ilmiah, ide cemerlang, pikiran positif, motivasi pengembangan intelektual atau lembaga. Jika al Af idah menjadi pondasi dasar dan terbina maka akan melahirkan keikhlasan, kejujuran, kesabaran, amanah, akhlaqul karimah dan sebagainya.

Al Af idah mampu menginterkoneksikan bidang keilmuwan apapun, ketika mendapatkan petunjuk dan jalan lurus dalam kesadaran ilahiyah. Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah Benarkah konsep al Af idah yang ada dalam diri kita? Apa bentuk al Af idah dalam diri kita? Bagaimana pendapat anda tentang al Af Idah? Silahkan memberikan interpretasi sendiri tentang al af idah dalam diri anda.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih telah membuka blog ini