MENGENAL LEBIH DEKAT DIRI SENDIRI
(MA’RIFAH AN NAFS)
(MA’RIFAH AN NAFS)
Akhmad Hasan Saleh,
MPI.
Dalam sebuah penciptaan tentunya sudah dipersiapkan perangkat yang
mendukung terhadap ciptaan itu, misalkan seseorang yang membuat robot pastinya
menjadikan robot itu bisa bergerak, bersuara bahkan sesuai dengan
kebutuhan dari pembuatnya. Ketika robot mengalami kerusakan, perangkat (sparepart)nya
sudah dipikirkan sebelumnya, mudah di dapat atau tidak, ketangguhan robot pun juga
menjadi pertimbangan dan segala macamnya, sehingga menjadikan robot tersebut
tangguh dan sempurna.
Begitu pula yang terjadi dalam penciptaan manusia, Allah telah
menciptakan manusia dengan segala kesempurnaanya, mulai dari penggerak sampai
dengan perbaikannya saat mengalami kerusakan, sehingga tetap terlihat fresh
kembali. Manusia diciptakan dengan segala macam kebutuhannya baik kebutuhan
fisik maupun kebutuhan non fisik. Dibalik penciptaan manusia, Allah juga
memberikan potensi luar biasa pada manusia. Potensi itu dimiliki manusia sejak
awal diciptakan dan terlihat pertama kali pada proses penciptaan manusia dengan
kualitas dan kemampuan terdahsyat, sampai manusia dilahirkan ke muka bumi
dengan wujud kesempurnaan penciptaan.
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat:”
Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah yang liat kering yang berasal dari lumpur hitam
yang diberi bentuk. Apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud” (Al Hijr: 28-29).
Potensi dasar kehidupan yang Allah berikan pada manusia yaitu diri kita berupa
materi (jasad/fisik) dan non materi (ruh/ruhani). Dalam perjalanan kehidupannya
potensi yang Allah berikan pada manusia membutuhkan asupan untuk mampu terus
bertahan. Pemenuhan kebutuhan atas kedua potensi sesuai dengan fungsinya
masing-masing.
Jasmani (jasad/fisik) sebagai bentuk materi tentunya membutuhkan asupan
sesuai dengan wujudnya yaitu asupan yang berbentuk materi (hajatun adlawiyah).
Kebutuhan jasmani secara umum timbul sebagai reaksi dari dalam tubuh dan
merupakan reaksi otomatis yang termasuk bagian dari mekanisme tubuh
manusia, baik mendapat rangsangan dari
luar atau reaksi alami yang sesuai dengan kebutuhan badan atau yang terkait
dengn materi. seperti kebutuhan makan, minum, buang air besar atau kecil dan lain-lain. Pemenuhan secara materi harus
dipenuhi secara pasti, karena jika tidak terpenuhi akan berdampak pada kematian.
Pemenuhan terhadap kebutuhan jasmani terdorong secara otomatis, tidak
dibutuhkan latihan (riyadhoh) tetapi dengan sendirinya akan melakukan
pemenuhan terhadap kebutuhannya masing-masing, misalkan jika haus maka dengan
sendirinya manusia akan minum, jika lapar maka akan makan, jika lelah maka akan
istirahat, jika ngantuk maka akan tidur dan sebagainya.
Sedangkan jiwa (ruh/ruhani) berbentuk non materi yaitu berupa naluri (gharizah).
Kebutuhan dari naluri harus pula dipenuhi, karena setiap potensi memiliki
haknya masing-masing. Kebutuhan naluri (gharizah), kebanyakan merupakan hal-hal yang bukan
berbentuk materi pula meskipun berawal dari panca indra (dari luar), akan
tetapi lebih kepada sifat-sifat dan makna-makna
atau kebutuhan yang bersifat non materi. Seperti kebutuhan biologis, kebutuhan
untuk mempertahankan diri, dan lain sebagainya. Tetapi, jika gharizah
tidak terpenuhi tidak akan menjadikan manusia mati, hanya saja ia akan merasa
resah, bimbang dan bingung tanpa ketenangan dan kebahagiaan. Pemenuhan
kebutuhannya berbeda dengan jasmani yang secara otomatis dilakukan, tetapi
untuk ruhiyah tidak secara otomatis–dibutuhkan latihan (riyadhoh) sebagai
pendorong dari luar atau penyebabnya
dari luar diri manusia yang kemudian masuk dalam gharizah memberikan
dorongan sehingga menjadi amal perbuatan.
Dalam pembahasan nidzamul ijtima’i (system pergaulan) dijelaskan
bahwa gharizah merupakan fitrah dan menjadi kebutuhan manusia. Gharizah
terbagi menjadi tiga bagian yaitu pertama, naluri terhadap lawan jenis/libido/sex
(gharizah an nau’) yaitu naluri yang cenderung pada kebutuhan biologis. manusia
dan hewan/binatang memiliki gharizah an nau’. Munculnya gharizah an
nau’ karena kebutuhannya atas pasangan kehidupan atau juga bisa dimunculkan
dengan cara berfikir tentang wanita-wanita cantik, melihat film atau gambar
porno dan lain-lain yang berhubungan dengan seksualitas. maka untuk memenuhinya
dengan cara melakukan pernikahan/perkawinan sesuai aturan syari’at. jika
gharizah an nau’ dibiarkan akan menyebabkan tidak terkendalinya nafsu
seksualitas sehingga terjadi pelanggaran syariat berupa perzinaan, pacaran,
sodomi, lesbian dan sebagainya.
Kedua, naluri mempertahankan diri (gharizah al baqo’) yaitu
naluri untuk membela atau bertahan dari segala macam ancaman atau serangan dari
luar dirinya. Naluri mempertahankan diri
muncul sebagai reaksi terhadap sesuatu yang ditakuti, dengan bermacam wujud dan cara ia bertahan,
terkadang dalam bentuk perlawanan atau sebaliknya ia menjadi “ngatok”. bentuk
lain dari gharizah al baqo’ adalah ketakutan terhadap sesuatu yang
sifatnya keduniawian, loyal terhadap atasan, ambisi terhadap jabatan, atau
bahkan mengejar-ngejar jabatan atau pangkat, gila hormat atau takut tidak
dihormati dan sebagainya. sehingga dalam memenuhi kebutuhan gharizah al baqo’
dengan cara bekerja, menjabat, dihormati/menghormati dan sebagainya.
Gharizah an nau’ dan gharizah baqo’ sangat banyak dimiliki
oleh kebanyakan manusia saat ini, sehingga dengan gharizah tersebut tidak
mengenal waktu, tempat atau bahkan menyalahi aturan untuk sedemikian rupa
memenuhi kebutuhannya. jika pemenuhan kebutuhan terhadap gharizah tersebut
terpenuhi seakan-akan dunia sudah dirangkulnya dan kebahagiaan menjadi
miliknya. namun ada satu gharizah yang kemudian banyak orang melupakannya,
sedangkan gharizah ini menjadi kunci dasar orang menggapai kebahagiaan dunia
dan akhirat yaitu gharizah yang ketiga, naluri beragama (gharizah
tadayyun) yaitu naluri akan kebutuhan terhadap agama (aturan). Gharizah
tadayyun juga bisa dikatakan sebagai gharizah kebertuhanan (artinya
kebutuhan atas Tuhan). Gharizah ini merupakan kebutuhan dasar dalam diri
manusia, karena telah melekat sejak awal penciptaan manusia yaitu perjanjian
antar ruh dan Allah di Arsy. Kesepakatan dari perjanjian tersebut berbunyi “alastu
birabbikum?, qolu ”bala syahidna” (Apakah aku ini adalah Tuhanmu, berkata ruh “benar
aku bersaksi Engkau Tuhanku). gharizah tadayyun yang membedakan manusia dengan
makhluk ciptaan lainnya dan menjadikan kesempurnaan dalam dirinya.
Pemenuhan kebutuhan terhadap gharizah tadayyun dengan cara
melakukan pensucian terhadap jiwa/ruh melalui sesuatu yang dianggap Pencipta atau
Agung bagi persepsi manusia, maka dari itu dalam diri manusia ada kecenderungan
untuk beribadah kepada Allah, perasaan kurang, lemah dan membutuhkan kepada
yang lainya. Hanya saja diantara manusia banyak yang keliru dalam rangka
memenuhi kebutuhan naluri yang satu ini. Contohnya diantara manusia ada yang
menyembah berhala, mensucikan pohon keramat, dijawa ada khurafat “Dewi Sri, Nyi
roro kidul”, menyembah sesama manusia dan lain-lain. Ada kisah orang atheis pun
yang katanya tidak mengakui adanya tuhan, toh mereka juga mensucikan
orang-orang tertentu semacam Lenin dan Stelin. Semua itu sebenarnya wujud
kebutuhan dari naluri yang memang diberikan oleh Allah SWT sebagai sang Penciptanya.
Adanya kebutuhan ini dalam AL-quran telah di isyaratkan. Allah SWT berfirman:
“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudaharatan, dia memohon
(pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan
memberikan ni’mat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah ia
berdo’a (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia
mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari
jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglahlah dengan kekafiranmu itu sementara
waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka”. (QS Az Zumar 8).
Pemenuhan kebutuhan gharizah tadayyun sangat fundamental, karena
akan membentuk pribadi seseorang baik atau buruk, masuk syurga atau neraka
(walaupun bukan menjadi jaminan, namun minal menjadi stardartnya). Jika kebutuhan
Gharizah tadayyun terpenuhi dengan baik melalui konsumsi dzikir, sholawat,
sholat, puasa, zakat dan amalan-amalan lainnya, maka akan menjadikan manusia
hidup dalam ketenangan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebaikan akan
didapatkan tidak hanya untuk dirinya, namun juga akan terpancar pada orang lain
dan lingkungannya, yaitu akan lebih baik dari sebelumnya secara integral, baik
dari segi amal perbuatan maupun ekonomi dan social kemasyarakatannya.