LGBT SEBAGAI GEN BARU LIBERALISME
Oleh. Akh.Hasan Saleh
Perang pemikiran dan penghancuran umat
Islam oleh musuh-musuh Islam terus dilakukan, khususnya oleh kelompok liberal
dengan banyak cara dan strategi. Liberalisme yang masuk dalam pemikiran umat
Islam sebagai virus yang cepat menjangkit telah menumbuhkan gen baru bernama
LGBT yaitu Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Gerakan LGBT sebenarnya
bukan gerakan baru, karena dalam sejarahnya sudah ada contoh masa lalu dari
sejarah Nabi. Tepatnya LGBT disebut sebagai gen baru yang berenkarnasi dari
dari “rahim” liberalisme. Tulisan ini mencoba melihat LGBT dari sejarah,
gerakan global dan perkembangannya di Indonesia serta bagaimana solusi
mengahadapinya.
A.
Sejarah LGBT
LGBT singkatan dari Lesbi, Gay, Biseksual dan
Transgender yang merupakan perilaku menyimpang dari fitrah manusia. Sebenarnya LGBT
bukan hal baru dalam pertarungan perilaku manusia, karena keberadaan dan
aktifitasnya akan selalu muncul dalam setiap zaman kehidupan manusia. Saat ini,
kelompok LGBT menjadi trend baru dikalangan manusia barat dengan berami-ramai
mengusung gerakan LGBT bahkan menuntut pemerintah untuk melegalkan aktifitasnya
dengan mengadakan demo dan parade–seiring dengan bertambahnya jumlah pelaku dan
simpatisan LGBT.
Dalam sejarah manusia, sebuah bangsa yang
memberikan legalitas dan atau membiarkan aktivitas LGBT, maka bangsa tersebut
tidak lama hidupnya, karena akan banyak menemukan permasalahan berupa penyakit,
kekacauan dan kehancuran bahkan ditimpa azab. Perilaku LGBT pernah terjadi
beberapa ratus tahun yang lalu sebelum Barat mempopulerkan nama LGBT, tepatnya pada
zaman nabi Luth ‘alaihis salam yang
dikenal dengan perilaku sodomi. LGBT pada masa nabi Luth terjadi disalah satu
kota Yordania, yaitu kota Sodom dan Gomora atau Amora. Dua kota tersebut banyak
diceritakan dalam beberapa kitab, salah satunya Kitab Kejadian di Kitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Bibel Kristen yang berbunyi, “Dikarenakan oleh dosa-dosa
penduduk Sodom, Gomora (Amora), Adma, dan Zeboim telah dibinasakan oleh "hujan belerang dan api ... dari TUHAN, dari langit" (Kejadian 19:24-25).
Dalam agama Kristen dan Islam, nama-nama
mereka menjadi bersinonim dengan dosa besar yang tak terampuni, yang
menjatuhkan mereka ke dalam kemusnahan akibat murka Allah (Yudas 1:7). Sedangkan dalam al Qur’an lebih banyak
lagi diceritakan tentang Nabi Luth dan penduduk kota Sodom, yaitu pada surat Asy-Syu’araa’, 26: 160-168; Al A'raaf,
7: 80-84; Al ‘Ankabuut, 29: 28-29; Adz-Dzaariyaat, 51: 31-34; Al Hijr, 15:
59-60; Huud, 11: 82-83; Asy-Syu’araa’, 26: 172-175.
Peristiwa yang sama pernah terjadi di Pompei salah satu kota di Romawi yang
menunjukkansebuah simbol kemerosotan Kekaisaran Romawi, juga melakukan perilaku
seksual menyimpang. Kesudahannya pun serupa dengan kaum Luth. Pemusnahan Pompei
dari muka bumi dengan bencana seperti ini bukan tanpa alasan. Catatan historis
menunjukkan bahwa kota tersebut adalah sarang foya-foya dan perilaku menyimpang.
Kota ini dikenal dengan meningkatnya pelacuran begitu tinggi sampai-sampai
jumlah rumah bordil tidak terhitung lagi. Tiruan alat kelamin dalam ukuran
aslinya di gantungkan di depan pintu-pintu rumah bordil. Menurut tradisi yang
berakar dari kepercayaan Mithra ini, organ seksual dan persetubuhan tidak
seharusnya disembunyikan, namun diper-tontonkan secara terang-terangan.
Kemudian Allah juga memberikan azabnya pada mereka–anehnya, tidak ada satupun
dari mereka yang melarikan diri walaupun begitu dahsyatnya bencana yang mereka
alami. Sepertinya mereka sama sekali tidak menyadari bencana tersebut,
seolah-olah mereka sedang terkena mantra. Sebuah keluarga yang sedang menyantap
makanan mereka membatu saat itu juga. Banyak pasangan ditemukan membatu dalam
keadaan sedang berhubungan badan. Hal yang paling menarik adalah bahwa terdapat
pasangan berjenis kelamin sama dan pasangan muda-mudi yang masih kecil. Wajah
dari beberapa jasad membatu yang digali dari Pompei tidak rusak, ekspresi
wajah-wajah tersebut pada umumnya menunjukkan kebingungan.[1]
Dari sejarah
tersebut menunjukkan bahwa gerakan LGBT akan selalu hadir dalam setiap zaman
karena sesuai dengan sifat manusia yang jika tidak didasarkan pada iman akan memunculkan
sisi kebinatangannya, bahkan melebihinya. Binatang saja tidak pernah melakukan perilaku
menyimpang kebinatangan yaitu berhubungan dengan sesama jenis. Perilaku ini
yang dinyatakan dalam al Qur’an sebagai perilaku yang melampaui batas.[2]
Ketika manusia
mendukung atau melakukan aktivitas LGBT, sesungguhnya ia telah telah keluar
dari fitrahnya yang disebabkan oleh hilangnya moral (loss of adab). Walaupun ia memiliki akal untuk berfikir, namun
akalnya tidak digunakan untuk berfikir tentang kebenaran dan moral, lebih
memperturutkan hawa nafsunya.
B. Gerakan LGBT Global
Sejarah kehancuran LGBT beberapa tahun silam
tidak membuat “kapok” pelakunya, bahkan semakin bertambah jumlah dan
simpatisannya. Gerakan LGBT mulai dikembangkan dibarat pada tahun 1791 ketika
era revolusi perancis dengan paham sekulerisme, yang mengesampingkan agama
terutama peran gereja di ranah social, politik dan ekonomi. Karena agama tidak
lagi relevan dengan kondisi pada saat itu, maka kehendak bebas (humanisme)
menjadi Tuhan pada masyarakat eropa. Pada akhir abad abad ke 19 dan awal abad
20, humanisme berkembang menuntut hak asasi manusia (HAM) untuk diberikan
secara bebas, yang terjadi adalah penyakit moral yang tersebar dimasyarakat.[3]
Sekularisme telah membuka pintu
sebebas-bebasnya bagi gerakan apapun yang dianggap mendukung terhadap kebebasan
manusia dengan anggapan melepaskan (membebaskan) manusia dari keterkungkungan hukum
negara, adat maupun agama. Dalih yang digunakan adalah memanusiakan manusia
atas dasar kemanusiaan. Kebebasan yang kebablasan ini menjadikan LGBT bebas
bergerak dan memproklamirkan dirinya dibeberapa negara.
Pada tahun 1869 Dr K.M. Kertbeny, seorang dokter Jerman-Hongaria,
menciptakan istilah homoseks dan homoseksualitas.[4]
Sedangkan Istilah LGBT itu sendiri ada dalam
komuniti dunia sejak 1990. Istilah LGBT umumnya diadaptasi daripada singkatan “LGB‟
menggantikan frase gay yang sering digunakan untuk merujuk kepada homoseksual
lewat pertengahan 1980-an. Konon, frase gay tidak mengacu kepada semua
homoseksual seperti lesbian, biseksual, dan transeksual.[5] Namun,
karena jumlah dan simpatisannya semakin bertambah, maka beraviliasi menjadi
LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual, Transgender).
Di beberapa negara barat perlakuan seks sesama
gender sulit dikesan, karena mereka menjalani kehidupan bebas, yaitu bebas memilih
pasangan lawan jenis. Mereka mementingkan prinsip kebebasan tanpa paksaan.
Melalui kombinasi dua perspektif itulah, kemudian homoseksual dilihat sebagai
perlakuan seks sesama gender dengan syarat dilakukan bukan dalam paksaan.
Prinsip ini berkembang hingga hari ini, dan dijadikan dasar mendesak hukum
negara agar melegalkan pernikahan sejenis.
Bukan hal tabu bagi barat, jika LGBT harus
menjadi kajian ilmiah bahkan menjadi salah satu matakuliah yang wajib
dipelajari oleh mahasiswa. Beberapa Universitas di Amerika Serikat memulai perkuliahan
dalam bidang budaya gay dan lesbian, sedang Universitas Harvard memulainya
sebagai jurusan sosiologi dan psikologi pada akhir 1990-an. Kondisi itu
akhirnya memaksa negara Barat melakukan penelitian ulang mengenai posisi hukum
sehingga mengizinkan pernikahan sejenis secara luas pada pertengahan 2011.[6]
Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama
menyatakan dukungannya dan melegalkan pasangan sejenis sebagaimana yang
disampaikan di ABC News. Menurut Obama, pasangan sesama jenis harus bias
menikah. "Pada titik tertentu, saya menyimpulkan bahwa secara pribadi
sangat penting untuk saya menegaskan bahwa saya pikir pasangan sesama jenis
harus bisa bersatu dalam perkawinan," kata Obama.Lanjutnya, "Saya
mendukung persamaan yang lebih lebar untuk komunitas LGBT. Saya sempat ragu
karena saya merasa pernikahan sipil akan lebih baik"[7].
Sehingga Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS), pada Sabtu (27/6/2015), secara
resmi melegalkan perkawinan sejenis (perkawinan homoseksual) diseluruh negara
bagian AS. Dengan keputusan itu, maka AS merupakan negara ke-23 yang
mengesahkan perkawinan sesame jenis (same-sex
marriage). Pasangan homo dan lesbi pun kini mendapatkan hak yang sama
sebagaimana keluarga heteroseksual, seperti mendapatkan surat-surat kelahiran
dan kematian.[8]
Saat ini sudah ada 23 negara yang membuka
dirinya dengan memberikan legalitas terhadap gerakan LGBT. Negara-negara yang
telah melegalkan gerakan LGBT, antara lain:
Negara
|
Legalisasi
|
1. Belanda,
2001
|
Belanda
merupakan negara pertama di dunia yang melegalkan pernikahan sejenis.
Sebenarnya sudah dari tahun 2000 legalisasi disetuju. Namun, penerapan
resminya baru disahkan di 2001.
|
2. Belgia,
2003
|
Langkah
Belanda segera di ikuti oleh Belgia. Pada 1 Juni 2003 UU ini resmi disahkan.
Lebih mengejutkannya lagi di 2011, Elio de Rupo terpilih menjadi Perdana
Menteri Belgia pertama yang mengakui dirinya sebagai penyuka sesama jenis.
|
3. Spanyol,
2005
|
Negeri
Matador mengesahkan pernikahan sesama jenis pada 3 Juli 2005. Isu pengesahan
ini di bawa pertama kali oleh Mantan Perdana Menteri dan pemimpin Partai
Sosialis José Luis Rodríguez Zapatero.
|
4. Kanada,
2005
|
Selang 2
pekan dari Spanyol, langkah yang sama diambil Kanada. Tepatnya 20 Juli 2005
Kanda menjadi negara ke-4 yang mengesahkan pernikahan sesama jenis.
|
5. Afsel,
2006
|
Afsel
merupakan negara di Benua Afrika pertama yang mengesahkan pernikaha sejenis.
Pengesahan tersebut ditandatangani oleh Wapres Phumzile-Mlambo Ngcuka pada 30
Juni. Penandatangan oleh Wapres ini disebabkan Presiden Afsel saat itu Thabo
Mbeki tengah menghadiri KTT Uni Afrika.
|
6 Norwegia,
2009
|
Norwegia
membuka tahun baru 2009 dengan mengesahkan UU pernikahan sejenis. Sejak 1
Januari 2009 Norwegia jadi negara pertama di wilayah Skandinavia yang
mengesahkan UU tersebut.
|
7. Swedia,
2009
|
Berselang 5
Bulan, Swedia mengikuti jejak negara tetangganya, Norwegia. Mereka resmi
mengizinkan pernikahan sejenis pada 1 Mei 2009.
|
8.
Portugal, 2010
|
5 Juni 2010
Portugal jadi negara ke-8 yang membolehkan pernikahan sejenis. PM Portugal
saat itu pun Jose Socrates menyebut pengesahan ini merupakan hal sangat
mendasar bagi konsep persamaan hak dan keadilan.
|
9.
Islandia, 2010
|
Sejak 27
Juni 2010, Islandia mengikuti jejak 8 negara dunia lain yang memperbolehkan
pernikahan sejenis dilakukan secara legal. Tidak hanya itu, setelah UU
tersebut legal PM Islandia Jóhanna Sigurðardóttir dan pasangan sejenis Jónína
Leósdóttir langsung meresmikan pernikahan mereka. Johanna pun menjadi
Pemimpin negara dunia pertama yang berasal dari kaum sejenis.
|
10.
Argentina, 2010
|
Argentina
adalah negara Amerika Selatan yang melegalisasi pernikahan sejenis tepatnya
pada 22 Juli 2010. Empat tahun pertama setelah dilegalkan, tercatat sudah ada
9.362 pasangan sejenis yang mengesahkan pernikahannya.
|
11.
Denmark, 2012
|
Setelah di
2011, tidak ada negara di dunia yang melegalkan pernikahan sejenis, di tahun
berikutnya langkah mengejutkan ini diambil Denmark.Tepatnya 15 Juni 2012
pernikahan yang bertetangan dengan ajaran semua agama di dunia itu disahkan
di Denmark.
|
12. Brazil,
2013
.
|
14 Mei
2013, Brazil resmi membolehkan pernikahan sejenis. Keputusan ini sangat
kontroversial. Sebab, dari jajak pendapat yang digelar lembaga research Pew
Research Center 48 persen warga Brasil menolak pengesahan UU itu
|
13.
Inggris, 2013
|
Pada Juli
2013 Inggris resmi mengesahkan pernikahan sejenis. Namun, Inggris tidak bisa
dihitung sebagai negara yang sepenuhnya menerapkan hukum yang legal atas
pernikahan sejenis. Sebab, sampai saat ini salah satu negara bagian dari
Kerajaan Inggris, Irlandia Utara menolak menerapkan UU pernikahan sejenis.
|
14.
Prancis, 2013
|
Prancis
sepakat melegalkan pernikahan sesama jenis pada 24 April 2013. Menteri
Kehakiman Prancis Christiane Taibira menyatakan, pelegalan undang-undang ini
berakhir dengan indah. Menurutnya, aturan ini tidak akan merugikan orang
lain.
|
15.
Selandia Baru, 2013
|
Selandia
Baru secara resmi melegalkan pernikahan sesama jenis di tanggal 18 April
2013. Legalisasi ini dilakukan setelah 77 dari 121 anggota parlemen
menyetujui amandemen Undang-Undang Pernikahan yang ditetapkan tahun 1955 yang
memberikan izin bagi pasangan sejenis untuk menikah.
|
16.
Uruguay, 2013
|
Pernikahan
sejenis jadi hal yang legal pada 5 Agustus 2013. Legalisasi ini sudah banyak
diprediksi. Sebab, jajak pendapat sebelum parlemen Uruguay meresmikan
pernikahan sejenis menunjukkan 52 persen warga Uruguay setuju pengesahan
tersebut.
|
17.
Skotlandia, 2014
|
Skotklandia
mengesahkan pernikahan sejenis pada 5 Februari 2014. Pemerintah Skotlandia
menyatakan, pengesahan hukum tersebut merupakan upaya mereka untuk menegakan
persamaan hak manusia. Namun, langkah Skotlandia itu mendapat tentangan dari
sejumlah organisasi gereja di negara mereka. Tetapi, tentangan dari gereja
Skotlandia nampaknya tidak akan menyurutkan implementasi hukum ini. Sebab,
Menkes Skotlandia Alex Neil mengatakan legalisasi ini adalah bentuk merupakan
hak dari pasangan sesama jenis untuk menunjukan cinta dan komitmen mereka
melalui pernikahan.
|
18.Luxemburg,
2015
|
Pernikahan
sejenis legal di Luxembrug pada 1 Januari 2015. Bahkan PM mereka saat ini
Xavier Bettel mengakui bahwa dirinya adalah penyuka sesama jenis.
|
19.
Finlandia, 2015
|
Sejak
beberapa tahun lalu negara tetangga Finlandia seperti Denmark, Swedia dan
Norwegia telah mengesahkan UU pernikahan sesama jenis. Finlandia pun
mengikuti jejak negara tetangganya pada 20 Febuari 2015. Namun, implementasi
hukum ini baru bisa dilakukan pada akhir tahun ini.
|
20.
Slovenia, 2015
|
Sejak 2006,
Slovenia sudah mengakui pernikahan sejenis. Namun, penerapannya tertunda
sampai Maret 2015.
|
21.
Irlandia, 2015
|
Irlandia
menjadi negara pertama di dunia yang melegalkan pernikahan sejenis melalui
referendum. Gereja Katolik Irlandia sebenarnya juga berusaha keras
mengampanyekan pilihan menolak terhadap pernikahan sejenis. Namun, ajakan ini
hanya mendapat dukungan dari warga lanjut usia dan penduduk pedesaan.
|
22.
Meksiko, 2015
|
Meksiko
tidak bisa dimasukan ke dalam negara yang mengesahkan pernikaha sejenis
sepenuhnya. Hal ini karena UU ini hanya berlaku di Mexico City. Sementara
wilayah lain seperti Yucatan menolak pengesahan ini.
|
23. Amerika
Serikat, 2015
|
Amerika
Serikat jadi negara ke 21 yang mengesahkan UU pernihakan sejenis di seluruh
negara bagiannya. UU Kontroversial ini lahir setelah Mahkamah Agung AS
memenangkan gugatan Jim Obergefell. Putusan ini pun disambut baik Presiden
Obama. Dia menyebut Semua warga AS, harus memiliki kesempatan yang sama di
bawah hukum yang berlaku.
|
Melihat jumlah negara-negara yang melegalkan
LGBT menunjukkan bahwa gerakan LGBT bukan lagi gerakan yang dianggap
biasa-biasa saja, namun harus mulai diwaspadai gerakannya. Gerakan LGBT tidak
hanya menjadi penyakit bagi Barat, namun telah menjadi virus yang menyerang
umat Islam. Salah satu kejadian yang sangat mengejutkan adalah seorang pria homoseksual
Perancis-Aljazair berencana untuk membuka „masjid untuk gay‟ di Perancis dan
berharap dapat melakukan akad nikah bagi pernikahan sesama jenis yang beragama
Islam. Mohammed Ludovic Lütfi Zahed, seorang Muslim Aljazair yang tinggal di
Paris menikah dengan pasangan gay-nya, berharap dapat membuka mesjid untuk
golongan gay.[9]
Gerakan LGBT saat ini telah berani menampakkan
jati dirinya untuk mendapatkan legalitas hokum dari negara dalam rangka
eksistensi dirinya. Tanpa rasa malu dan bersalah, mereka telah merusak tatanan
moral dan kemanusiaan di dunia.
C.
Gerakan LGBT di Indonesia
Ketika gerakan
LGBT dunia mulai mendapatkan tempat dibeberapa negara, maka gerakannya semakin
dahsyat dan banyak diikuti oleh anak muda dan generasi tua yang sudah mulai
“hilang akal” dan keluar dari fitrahnya. Indonesia sebagai negara muslim mulai
terjangkit virus LGBT dengan menunggangi liberalism. Sejalan dengan
perkembangan liberalisme di beberapa daerah dan kampus, maka LGBT pun
mendapatkan tempat khusus dalam kajian-kajian ilmiah mahasiswa. Orang-orang
Indonesia masih kebingungan untuk membedakan antara
waria dan gay, padahal keduanya berbeda satu sama lain.
Kelihatannya gay Indonesia mulai
menyebut diri mereka gay dan lesbi pada tahun
1970 sampai awal
1980an.[10]
Menurut Dr. Adian
Husaini sebagai pakar pemikiran islam dan liberalisme telah mengingatkan dalam
tulisan-tulisannya sejak awal 2000-an bahwa cepat atau lambat wabah LGBT ini
akan merebak di Indonesia, sejalan dengan liberalisasi pemikiran LGBT. Tahun
2004, Jurnal Justicia yang
diterbitkan sejumlah mahasiswa Fakultas Syariah satu universitas Islam di
Semarang, sudah secara terbuka menulis laporan utama berjudul: Indahnya Kawin
Sesama Jenis.
Redaksi Jurnal
ini dengan tegas menulis:
”Hanya orang
primitive saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal
dan berbahaya. Bagi kami, tiada alas an kuat bagi siapapun dengan dalih apapun,
untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proy manek menciptakan
manusia sudah berhasil bahkan kebablasan. Ketika Tuhan mengutus Luth untuk
menumpas kaum homo karena mungkin bisa menggagalkan proyek Tuhan dalam
penciptaan manusia (karena waktu itu manusia masih sedikit), maka Tuhan
sekarang perlu mengutus “Nabi” untuk membolehkan kawin sejenis supaya
mengurangi sedikit proyek Tuhan tersebut. Itu kalau Tuhan masih peduli dengan
alamNya. Bagi kami, jalan terus kaum homoseks. Anda dijalan yang benar.”[11]
Pada tahun 2006,
dicanangkan di Yogyakarta sebuah dokumen “Prinsip-prinsip Yogyakarta” (The Yogyakarta Principle), yang berisi
tentang Hak Asasi Manusia Internasional dalam orientasi seksualitas dan gender.
David Brown seorang orientalis menjelaskan dalam bukunya “Making Room for Sexual Orientation and Gender Identity in
International Human Rights Law: An Introduction to the Yogyakarta Principles” (Membuat
Ruangan bagi Orientasi Seksual dan Identitas Gender dalam Hukum Hak Asasi
Manusia Internasional: Sebuah Perkenalan pada Prinsip Yogyakarta) menjelaskan
bahwa Prinsip Yogyakarta sebagai reaksi atas keprihatinan terhadap kekerasan
yang dialami oleh kelompok minoritas seksual LGBT.[12]
Prinsip Yogyakarta
merupakan sebuah dokumen yang berupaya untuk menjadi standar hukum untuk meluruskan
prinsip-prinsip dari hukum HAM di tingkat internasional yang telah ada dan
merefleksikannya dalam konteks keberagaman seksualitas dan gender untuk
mengatasi pelecehan hak asasi manusia terhadap lesbian, gay, biseksual dan
transgender (LGBT) dan (secara sekilas) interseks.
The Yogyakarta
principles menyatakan, bahwa:
“All human beings are born free and equal in
dignity and rights. All human rights are universal, interdependent, indivisible
and interrelated. Sexual orientation and gender identity are integral to every
person’s dignity and humanity and must not be the basis for discrimination or
buse”.[13]
Kaum LGBT dan
pendukungnya terus bergerak secara sistematis dan massif untuk memperjuangkan
pengesahan perkawinan sejenis di Indonesia. Mereka melakukan promosi dengan
mempopulerkan jargon indah: “Indonesia tanpa diskriminasi”. Gerakan ini secara
terbuka memperjuangkan pengesahan legalisasi perkawinan sejenis, sebagaimana di
23 negara lainnya.
Aktivitis LGBT di
Indonesia semakin mendapatkan angin segar ketika media ikut berperan aktif
dalam meliput gerakan-gerakannya, bahkan di salah satu televisi dalam acara
Good Morning Trans TV pada hari senin, 13 Juni 2005 telah memberikan peluang
kelompok lesbian untuk mengkampanyekan dirinya bahwa banyak pelaku lesbian bisa
hidup berdampingan bertahun-tahun. Tidak kalah pula media cetak yang ikut
mengamini aktivitas yang dilakukan kelompok LGBT dengan menerbitkan
tulisan-tulisan yang berbau LGBT. Salah satunya adalah penerbit eLSA (Lembaga
Studi Sosial dan Agama) tahun 2005 yang menerbitkan kumpulan tulisan tentang
LGBT yang diambil dari Jurnal Justisia Semarang, yang diberi judul “ Indahnya
Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual”.
Kesimpulan buku tersebut menyatakan bahwa pengharaman nikah sejenis adalah
bentuk kebodohanumat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin
agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan
ulang secara kritis atas doktrin tersebut.[14]
Gerakan yang lain
adalah memperkuat kapasitas organisasi LGBT di Indonesia dibidang orientasi
seksual dan identitas gender serta hak asasi manusia, memperkuat jaringan
advokasi HAM, memperkuat jejaring dan kolaborasi dengan lembaga akademisi
(psikologi, PSW, Ushuluddin, dll) dan non pemerintah (YLBHI, HRWG) serta dengan
LSM dan media. Kegiatan yang sering dilakukan adalah dialog, diskusi, seminar
yang bertajuk hak asasi manusia baik ditingkat regional, nasional maupun
internasional. Untuk memberikan semangat dan penguatan pada pelaku LGBT dan
simpatisannya, mereka mendatangkan tokoh lesbi dunia yaitu Irshad Manji warga
negara Kanada. Irshad Manji menjadi contoh menarik dalam pergulatan Islam dan
kebebasan beralaskan nilai-nilai HAM sekuler dengan logika relativisme dan
humanisme. Logika yang digunakan adalah menolak campur tangan Tuhan atau bahkan
“memaksa Tuhan” tunduk dalam logika sekuler. Lebih kurang adab lagi – Tuhan menjadi bahan hinaan dan pelecehan atas
ketidakmampuannya mengatur kehidupan manusia dan alam semesta, dengan dalih
perlu adanya kritisasi terhadap al Qur’an yang semakin tidak sesuai dengan
kondisi globalisasi. Sehingga perlu dipertanyaakan keontentikan al Qur’an dan
kema’shuman pembawanya (Nabi Muhammad).
Pemikiran serampangan dan bebas tanpa batas
ini menjadi malapetaka dalam dunia pemikiran Islam. Ketika adab tidak dijadikan
sandaran dalam berfikir maka yang terjadi penghinaan dan pelecehan terhadap
apapun yang dianggap menghambat misi liberalisme. Kelompok sekuler liberalisme
yang mengusung penegakan HAM sebenarnya menafikan bahkan merusak HAM itu
sendiri. Karena disisi lain mereka membela kaum yang dianggap tertindas, tapi
disisi lain tidak peduli terhadap mereka yang menegakkan hukum kebenaran agama.
D.
Solusi LGBT di Indonesia
Mengutip dari Dr. Adian Husaini secara
ringkas, bahwa untuk menanggulangi wabah LGBT di Indonesia adalah sebagai
berikut:[15]
1.
Dalam
jangka pendek perlu dilakukan peninjauan kembali peraturan perundang-undanga n
yang memberikan kebebasan melakukan praktik hubungan seksual sejenis. Perlu ada
perbaikan pasal 292 KUHP, misalnya secara eksplisit pasal tersebut menyebutkan
pelarangan terhadap hubungan seksual sejenis.
2.
Dalam
jangka pendek pula, sebaiknya perguruan tinggi yang secara resmi mendirikan
Pusat Kajian dan Penanggulangan LGBT.
3.
Masih
dalam jangka Pendek, sebaiknya masjid-masjid membuka klinik konsultasi
penanggulangan sekularisme, liberalisme, LGBT dan yang terkait dengannya.
4.
Pemerintah
bersama masyarakat perlu segera melakukan kampanye besar-besaran untuk
memberikan penyuluhan tentang bahaya LGBT.
5.
Kaum
muslimin hendaknya perlu memberikan pendekatan yang integral dan memandang
kedudukan LGBT ditengah masyarakat dengan terus melakukan penyadaran kepada
pelaku dan simpatisan LGBT.
6.
Perlunya
keterlibatan tokoh masayarakat baik pada pelaku, simpatisan dan pemerintah
untuk terus memberikan penyadaran dan pengambilan kebijakan atas aktivitas
LGBT.
7.
Lembaga-lembaga
donor (kelompok dan atau individu) perlu memberikan perhatian dengan memberikan
beasiswa pada calon doctor yang bersedia mengkaji LGBT dan bersedia berdakwah
khusus penyadaran pengidap LGBT
8.
Media-media
massa (elektronik dan cetak) perlu menampilkan berita atau tulisan secara
intens tentang pertobatan pelaku LGBT dan mengajak mereka untuk menyuarakannya
sehingga masyarakat optimis bahwa penyakit LGBT dapat disembuhkan.
Demikianlah
tulisan singkat ini, sekedar memberikan gambaran bahwa LGBT merupakan gen baru
dari liberalisme. Tidak ada alasan seorang muslim maupun non muslim untuk
menerima atau membenarkan aktivitas LGBT, karena tidak ada dalam sejarah
gerakan kemungkaran, kekejian, keburukan bisa bertahan dimuka bumi, pasti
mengalami kehancuran dan Allah memberikan azab terhadap pelakunya,
simpatisannya bahkan orang yang membiarkannya.
****************************** Wallahu
‘alam ************************************
[1] G. Ernest Wright, "Bringing Old
Testament Times to Life", National Geographic, Vol. 112, Aralık 1957, s.
833 dan lihat juga "Le
Monde de la Bible", Archeologie et Histoire, Temmuz-Ağustos 1993 dan Werner Keller, Und die Bibel hat
doch recht (The Bible as History; a Confirmation of the Book of Books), New
York: William Morrow, 1956.
[2] “Sesungguhnya kamu
mendatangi lelaki untuk melepaskan hawa nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah
kaum yang melampaui batas”. QS. Al A’raf 7:81
[3] LGBT: Hak Asasi Individu atau Penyakit Moral, http://karyaorbitaku.wordpress.com lihat juga di
Sejarah LGBT di negara-negara Barat, artikel diakses diakses 27 Oktober 2015
dari http://www.perpusmuslim.com/2015/07/sejarah-lgbt-lesbian-gay-biseksual-dan.html
[4] “Sejarah
Perjalan Lesbian, Gay, Biseksual, Trangender” diakses 27 Oktober 2015 dari
http://gn-intern.blogspot.co.id/2009/03/perjalanan-sejarah-waria-gay-dan.html
[5] Prof Madya. Dr. Mohd Asri Zainal Abidin, "Seks
Songsang Dalam Dunia Yang Rencam", artikel diakses pada 27 oktober 2015 dari http://drmaza.com
[6] Dr. Masyitah Ibrahim "Program Ikut
Telunjuk Nafsu", artikal diakses pada 27 Oktober 2015, dari http://www.utusan.com.my
[7] Obama Dukung Pernikahan sejenis, Artikel
diakses pada 27 Oktober 2015 May
dari http://x22-28x.blogspot.com
[8] Dr. Adian Husaini, LGBT di Indonesia: Perkembangan dan
Solusinya, (Jakarta: Insists, 2015), hal 25.
[9]……., Sepasang Gay Muslim
Perancis Ingin membuat Mesjid Untuk Kaum Gay, Artikel
diakses pada 27 oktober 2015 dari www.BagusJuga.com
[10] Tom Boellstorff, Gay dan
Lesbian Indonesia serta Gagasan Nasionalisme, (UI Jakarta: Jurnal
Antropologi Indonesia Vol. 30,
No.1, 2006) hal 1. Lihat Juga
Versi Inggris dari naskah
tersebut terbit di Social
Analysis (50) 1,
Spring 2006, hlm.
158-163. Diterjemahkan oleh lwan
Meulia Pirous, MA. staf pengajar
di Departemen Antropologi FISIP UI.
[12]Budi Larasati, Lebih Dekat Dengan Prinsip-prinsip Yogyakarta: Ruang Perlindungan LGBT Dalam Kerangka Hukum HAM Internasional, diakses tanggal 27 Oktober 2015 dari http://www.suarakita.org/2015/02/jurnal-lebih-dekat-dengan-prinsip-prinsip-yogyakarta-ruang-perlindungan-lgbt-dalam-kerangka-hukum-ham-internasional/
[13] The
Yogyakarta principles, diakses
tanggal 27 Oktober 2015 dari http://www.yogyakartaprinciples.org/principles_en.htm