Kamis, 03 Desember 2015

LGBT SEBAGAI GEN BARU LIBERALISME



 

LGBT SEBAGAI GEN BARU LIBERALISME
Oleh. Akh.Hasan Saleh


Perang pemikiran dan penghancuran umat Islam oleh musuh-musuh Islam terus dilakukan, khususnya oleh kelompok liberal dengan banyak cara dan strategi. Liberalisme yang masuk dalam pemikiran umat Islam sebagai virus yang cepat menjangkit telah menumbuhkan gen baru bernama LGBT yaitu Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Gerakan LGBT sebenarnya bukan gerakan baru, karena dalam sejarahnya sudah ada contoh masa lalu dari sejarah Nabi. Tepatnya LGBT disebut sebagai gen baru yang berenkarnasi dari dari “rahim” liberalisme. Tulisan ini mencoba melihat LGBT dari sejarah, gerakan global dan perkembangannya di Indonesia serta bagaimana solusi mengahadapinya.

A.   Sejarah LGBT
LGBT singkatan dari Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender yang merupakan perilaku menyimpang dari fitrah manusia. Sebenarnya LGBT bukan hal baru dalam pertarungan perilaku manusia, karena keberadaan dan aktifitasnya akan selalu muncul dalam setiap zaman kehidupan manusia. Saat ini, kelompok LGBT menjadi trend baru dikalangan manusia barat dengan berami-ramai mengusung gerakan LGBT bahkan menuntut pemerintah untuk melegalkan aktifitasnya dengan mengadakan demo dan parade–seiring dengan bertambahnya jumlah pelaku dan simpatisan LGBT.
Dalam sejarah manusia, sebuah bangsa yang memberikan legalitas dan atau membiarkan aktivitas LGBT, maka bangsa tersebut tidak lama hidupnya, karena akan banyak menemukan permasalahan berupa penyakit, kekacauan dan kehancuran bahkan ditimpa azab. Perilaku LGBT pernah terjadi beberapa ratus tahun yang lalu sebelum Barat mempopulerkan nama LGBT, tepatnya pada zaman nabi Luth ‘alaihis salam yang dikenal dengan perilaku sodomi. LGBT pada masa nabi Luth terjadi disalah satu kota Yordania, yaitu kota Sodom dan Gomora atau Amora. Dua kota tersebut banyak diceritakan dalam beberapa kitab, salah satunya Kitab Kejadian di Kitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Bibel Kristen yang berbunyi, “Dikarenakan oleh dosa-dosa penduduk Sodom, Gomora (Amora), Adma, dan Zeboim telah dibinasakan oleh "hujan belerang dan api ... dari TUHAN, dari langit" (Kejadian 19:24-25).
Dalam agama Kristen dan Islam, nama-nama mereka menjadi bersinonim dengan dosa besar yang tak terampuni, yang menjatuhkan mereka ke dalam kemusnahan akibat murka Allah (Yudas 1:7). Sedangkan dalam al Qur’an lebih banyak lagi diceritakan tentang Nabi Luth dan penduduk kota Sodom, yaitu pada surat Asy-Syu’araa’, 26: 160-168; Al A'raaf, 7: 80-84; Al ‘Ankabuut, 29: 28-29; Adz-Dzaariyaat, 51: 31-34; Al Hijr, 15: 59-60; Huud, 11: 82-83; Asy-Syu’araa’, 26: 172-175.
Peristiwa yang sama pernah terjadi di Pompei salah satu kota di Romawi yang menunjukkansebuah simbol kemerosotan Kekaisaran Romawi, juga melakukan perilaku seksual menyimpang. Kesudahannya pun serupa dengan kaum Luth. Pemusnahan Pompei dari muka bumi dengan bencana seperti ini bukan tanpa alasan. Catatan historis menunjukkan bahwa kota tersebut adalah sarang foya-foya dan perilaku menyimpang. Kota ini dikenal dengan meningkatnya pelacuran begitu tinggi sampai-sampai jumlah rumah bordil tidak terhitung lagi. Tiruan alat kelamin dalam ukuran aslinya di gantungkan di depan pintu-pintu rumah bordil. Menurut tradisi yang berakar dari kepercayaan Mithra ini, organ seksual dan persetubuhan tidak seharusnya disembunyikan, namun diper-tontonkan secara terang-terangan. Kemudian Allah juga memberikan azabnya pada mereka–anehnya, tidak ada satupun dari mereka yang melarikan diri walaupun begitu dahsyatnya bencana yang mereka alami. Sepertinya mereka sama sekali tidak menyadari bencana tersebut, seolah-olah mereka sedang terkena mantra. Sebuah keluarga yang sedang menyantap makanan mereka membatu saat itu juga. Banyak pasangan ditemukan membatu dalam keadaan sedang berhubungan badan. Hal yang paling menarik adalah bahwa terdapat pasangan berjenis kelamin sama dan pasangan muda-mudi yang masih kecil. Wajah dari beberapa jasad membatu yang digali dari Pompei tidak rusak, ekspresi wajah-wajah tersebut pada umumnya menunjukkan kebingungan.[1]
Dari sejarah tersebut menunjukkan bahwa gerakan LGBT akan selalu hadir dalam setiap zaman karena sesuai dengan sifat manusia yang jika tidak didasarkan pada iman akan memunculkan sisi kebinatangannya, bahkan melebihinya.  Binatang saja tidak pernah melakukan perilaku menyimpang kebinatangan yaitu berhubungan dengan sesama jenis. Perilaku ini yang dinyatakan dalam al Qur’an sebagai perilaku yang melampaui batas.[2]
Ketika manusia mendukung atau melakukan aktivitas LGBT, sesungguhnya ia telah telah keluar dari fitrahnya yang disebabkan oleh hilangnya moral (loss of adab). Walaupun ia memiliki akal untuk berfikir, namun akalnya tidak digunakan untuk berfikir tentang kebenaran dan moral, lebih memperturutkan hawa nafsunya.

B.   Gerakan LGBT Global
Sejarah kehancuran LGBT beberapa tahun silam tidak membuat “kapok” pelakunya, bahkan semakin bertambah jumlah dan simpatisannya. Gerakan LGBT mulai dikembangkan dibarat pada tahun 1791 ketika era revolusi perancis dengan paham sekulerisme, yang mengesampingkan agama terutama peran gereja di ranah social, politik dan ekonomi. Karena agama tidak lagi relevan dengan kondisi pada saat itu, maka kehendak bebas (humanisme) menjadi Tuhan pada masyarakat eropa. Pada akhir abad abad ke 19 dan awal abad 20, humanisme berkembang menuntut hak asasi manusia (HAM) untuk diberikan secara bebas, yang terjadi adalah penyakit moral yang tersebar dimasyarakat.[3]
Sekularisme telah membuka pintu sebebas-bebasnya bagi gerakan apapun yang dianggap mendukung terhadap kebebasan manusia dengan anggapan melepaskan (membebaskan) manusia dari keterkungkungan hukum negara, adat maupun agama. Dalih yang digunakan adalah memanusiakan manusia atas dasar kemanusiaan. Kebebasan yang kebablasan ini menjadikan LGBT bebas bergerak dan memproklamirkan dirinya dibeberapa negara.
Pada tahun 1869 Dr K.M. Kertbeny, seorang dokter Jerman-Hongaria, menciptakan istilah homoseks dan homoseksualitas.[4] Sedangkan Istilah LGBT itu sendiri ada dalam komuniti dunia sejak 1990. Istilah LGBT umumnya diadaptasi daripada singkatan “LGB‟ menggantikan frase gay yang sering digunakan untuk merujuk kepada homoseksual lewat pertengahan 1980-an. Konon, frase gay tidak mengacu kepada semua homoseksual seperti lesbian, biseksual, dan transeksual.[5] Namun, karena jumlah dan simpatisannya semakin bertambah, maka beraviliasi menjadi LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual, Transgender).
Di beberapa negara barat perlakuan seks sesama gender sulit dikesan, karena mereka menjalani kehidupan bebas, yaitu bebas memilih pasangan lawan jenis. Mereka mementingkan prinsip kebebasan tanpa paksaan. Melalui kombinasi dua perspektif itulah, kemudian homoseksual dilihat sebagai perlakuan seks sesama gender dengan syarat dilakukan bukan dalam paksaan. Prinsip ini berkembang hingga hari ini, dan dijadikan dasar mendesak hukum negara agar melegalkan pernikahan sejenis.
Bukan hal tabu bagi barat, jika LGBT harus menjadi kajian ilmiah bahkan menjadi salah satu matakuliah yang wajib dipelajari oleh mahasiswa. Beberapa Universitas di Amerika Serikat memulai perkuliahan dalam bidang budaya gay dan lesbian, sedang Universitas Harvard memulainya sebagai jurusan sosiologi dan psikologi pada akhir 1990-an. Kondisi itu akhirnya memaksa negara Barat melakukan penelitian ulang mengenai posisi hukum sehingga mengizinkan pernikahan sejenis secara luas pada pertengahan 2011.[6]
Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama menyatakan dukungannya dan melegalkan pasangan sejenis sebagaimana yang disampaikan di ABC News. Menurut Obama, pasangan sesama jenis harus bias menikah. "Pada titik tertentu, saya menyimpulkan bahwa secara pribadi sangat penting untuk saya menegaskan bahwa saya pikir pasangan sesama jenis harus bisa bersatu dalam perkawinan," kata Obama.Lanjutnya, "Saya mendukung persamaan yang lebih lebar untuk komunitas LGBT. Saya sempat ragu karena saya merasa pernikahan sipil akan lebih baik"[7]. Sehingga Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS), pada Sabtu (27/6/2015), secara resmi melegalkan perkawinan sejenis (perkawinan homoseksual) diseluruh negara bagian AS. Dengan keputusan itu, maka AS merupakan negara ke-23 yang mengesahkan perkawinan sesame jenis (same-sex marriage). Pasangan homo dan lesbi pun kini mendapatkan hak yang sama sebagaimana keluarga heteroseksual, seperti mendapatkan surat-surat kelahiran dan kematian.[8]
Saat ini sudah ada 23 negara yang membuka dirinya dengan memberikan legalitas terhadap gerakan LGBT. Negara-negara yang telah melegalkan gerakan LGBT, antara lain:
Negara
Legalisasi
1. Belanda, 2001


Belanda merupakan negara pertama di dunia yang melegalkan pernikahan sejenis. Sebenarnya sudah dari tahun 2000 legalisasi disetuju. Namun, penerapan resminya baru disahkan di 2001.
2. Belgia, 2003

Langkah Belanda segera di ikuti oleh Belgia. Pada 1 Juni 2003 UU ini resmi disahkan. Lebih mengejutkannya lagi di 2011, Elio de Rupo terpilih menjadi Perdana Menteri Belgia pertama yang mengakui dirinya sebagai penyuka sesama jenis.
3. Spanyol, 2005

Negeri Matador mengesahkan pernikahan sesama jenis pada 3 Juli 2005. Isu pengesahan ini di bawa pertama kali oleh Mantan Perdana Menteri dan pemimpin Partai Sosialis José Luis Rodríguez Zapatero.
4. Kanada, 2005

Selang 2 pekan dari Spanyol, langkah yang sama diambil Kanada. Tepatnya 20 Juli 2005 Kanda menjadi negara ke-4 yang mengesahkan pernikahan sesama jenis.
5. Afsel, 2006

Afsel merupakan negara di Benua Afrika pertama yang mengesahkan pernikaha sejenis. Pengesahan tersebut ditandatangani oleh Wapres Phumzile-Mlambo Ngcuka pada 30 Juni. Penandatangan oleh Wapres ini disebabkan Presiden Afsel saat itu Thabo Mbeki tengah menghadiri KTT Uni Afrika.
6 Norwegia, 2009

Norwegia membuka tahun baru 2009 dengan mengesahkan UU pernikahan sejenis. Sejak 1 Januari 2009 Norwegia jadi negara pertama di wilayah Skandinavia yang mengesahkan UU tersebut.
7. Swedia, 2009

Berselang 5 Bulan, Swedia mengikuti jejak negara tetangganya, Norwegia. Mereka resmi mengizinkan pernikahan sejenis pada 1 Mei 2009.
8. Portugal, 2010

5 Juni 2010 Portugal jadi negara ke-8 yang membolehkan pernikahan sejenis. PM Portugal saat itu pun Jose Socrates menyebut pengesahan ini merupakan hal sangat mendasar bagi konsep persamaan hak dan keadilan.
9. Islandia, 2010

Sejak 27 Juni 2010, Islandia mengikuti jejak 8 negara dunia lain yang memperbolehkan pernikahan sejenis dilakukan secara legal. Tidak hanya itu, setelah UU tersebut legal PM Islandia Jóhanna Sigurðardóttir dan pasangan sejenis Jónína Leósdóttir langsung meresmikan pernikahan mereka. Johanna pun menjadi Pemimpin negara dunia pertama yang berasal dari kaum sejenis.
10. Argentina, 2010

Argentina adalah negara Amerika Selatan yang melegalisasi pernikahan sejenis tepatnya pada 22 Juli 2010. Empat tahun pertama setelah dilegalkan, tercatat sudah ada 9.362 pasangan sejenis yang mengesahkan pernikahannya.
11. Denmark, 2012

Setelah di 2011, tidak ada negara di dunia yang melegalkan pernikahan sejenis, di tahun berikutnya langkah mengejutkan ini diambil Denmark.Tepatnya 15 Juni 2012 pernikahan yang bertetangan dengan ajaran semua agama di dunia itu disahkan di Denmark.
12. Brazil, 2013
.

14 Mei 2013, Brazil resmi membolehkan pernikahan sejenis. Keputusan ini sangat kontroversial. Sebab, dari jajak pendapat yang digelar lembaga research Pew Research Center 48 persen warga Brasil menolak pengesahan UU itu
13. Inggris, 2013

Pada Juli 2013 Inggris resmi mengesahkan pernikahan sejenis. Namun, Inggris tidak bisa dihitung sebagai negara yang sepenuhnya menerapkan hukum yang legal atas pernikahan sejenis. Sebab, sampai saat ini salah satu negara bagian dari Kerajaan Inggris, Irlandia Utara menolak menerapkan UU pernikahan sejenis.
14. Prancis, 2013

Prancis sepakat melegalkan pernikahan sesama jenis pada 24 April 2013. Menteri Kehakiman Prancis Christiane Taibira menyatakan, pelegalan undang-undang ini berakhir dengan indah. Menurutnya, aturan ini tidak akan merugikan orang lain.
15. Selandia Baru, 2013

Selandia Baru secara resmi melegalkan pernikahan sesama jenis di tanggal 18 April 2013. Legalisasi ini dilakukan setelah 77 dari 121 anggota parlemen menyetujui amandemen Undang-Undang Pernikahan yang ditetapkan tahun 1955 yang memberikan izin bagi pasangan sejenis untuk menikah.
16. Uruguay, 2013

Pernikahan sejenis jadi hal yang legal pada 5 Agustus 2013. Legalisasi ini sudah banyak diprediksi. Sebab, jajak pendapat sebelum parlemen Uruguay meresmikan pernikahan sejenis menunjukkan 52 persen warga Uruguay setuju pengesahan tersebut.
17. Skotlandia, 2014

Skotklandia mengesahkan pernikahan sejenis pada 5 Februari 2014. Pemerintah Skotlandia menyatakan, pengesahan hukum tersebut merupakan upaya mereka untuk menegakan persamaan hak manusia. Namun, langkah Skotlandia itu mendapat tentangan dari sejumlah organisasi gereja di negara mereka. Tetapi, tentangan dari gereja Skotlandia nampaknya tidak akan menyurutkan implementasi hukum ini. Sebab, Menkes Skotlandia Alex Neil mengatakan legalisasi ini adalah bentuk merupakan hak dari pasangan sesama jenis untuk menunjukan cinta dan komitmen mereka melalui pernikahan.
18.Luxemburg, 2015

Pernikahan sejenis legal di Luxembrug pada 1 Januari 2015. Bahkan PM mereka saat ini Xavier Bettel mengakui bahwa dirinya adalah penyuka sesama jenis.
19. Finlandia, 2015

Sejak beberapa tahun lalu negara tetangga Finlandia seperti Denmark, Swedia dan Norwegia telah mengesahkan UU pernikahan sesama jenis. Finlandia pun mengikuti jejak negara tetangganya pada 20 Febuari 2015. Namun, implementasi hukum ini baru bisa dilakukan pada akhir tahun ini.
20. Slovenia, 2015

Sejak 2006, Slovenia sudah mengakui pernikahan sejenis. Namun, penerapannya tertunda sampai Maret 2015.
21. Irlandia, 2015

Irlandia menjadi negara pertama di dunia yang melegalkan pernikahan sejenis melalui referendum. Gereja Katolik Irlandia sebenarnya juga berusaha keras mengampanyekan pilihan menolak terhadap pernikahan sejenis. Namun, ajakan ini hanya mendapat dukungan dari warga lanjut usia dan penduduk pedesaan.
22. Meksiko, 2015

Meksiko tidak bisa dimasukan ke dalam negara yang mengesahkan pernikaha sejenis sepenuhnya. Hal ini karena UU ini hanya berlaku di Mexico City. Sementara wilayah lain seperti Yucatan menolak pengesahan ini.
23. Amerika Serikat, 2015

Amerika Serikat jadi negara ke 21 yang mengesahkan UU pernihakan sejenis di seluruh negara bagiannya. UU Kontroversial ini lahir setelah Mahkamah Agung AS memenangkan gugatan Jim Obergefell. Putusan ini pun disambut baik Presiden Obama. Dia menyebut Semua warga AS, harus memiliki kesempatan yang sama di bawah hukum yang berlaku.

Melihat jumlah negara-negara yang melegalkan LGBT menunjukkan bahwa gerakan LGBT bukan lagi gerakan yang dianggap biasa-biasa saja, namun harus mulai diwaspadai gerakannya. Gerakan LGBT tidak hanya menjadi penyakit bagi Barat, namun telah menjadi virus yang menyerang umat Islam. Salah satu kejadian yang sangat mengejutkan adalah seorang pria homoseksual Perancis-Aljazair berencana untuk membuka „masjid untuk gay‟ di Perancis dan berharap dapat melakukan akad nikah bagi pernikahan sesama jenis yang beragama Islam. Mohammed Ludovic Lütfi Zahed, seorang Muslim Aljazair yang tinggal di Paris menikah dengan pasangan gay-nya, berharap dapat membuka mesjid untuk golongan gay.[9]
Gerakan LGBT saat ini telah berani menampakkan jati dirinya untuk mendapatkan legalitas hokum dari negara dalam rangka eksistensi dirinya. Tanpa rasa malu dan bersalah, mereka telah merusak tatanan moral dan kemanusiaan di dunia.

C.   Gerakan LGBT di Indonesia
Ketika gerakan LGBT dunia mulai mendapatkan tempat dibeberapa negara, maka gerakannya semakin dahsyat dan banyak diikuti oleh anak muda dan generasi tua yang sudah mulai “hilang akal” dan keluar dari fitrahnya. Indonesia sebagai negara muslim mulai terjangkit virus LGBT dengan menunggangi liberalism. Sejalan dengan perkembangan liberalisme di beberapa daerah dan kampus, maka LGBT pun mendapatkan tempat khusus dalam kajian-kajian ilmiah mahasiswa. Orang-orang Indonesia masih kebingungan untuk  membedakan  antara  waria  dan  gay, padahal keduanya berbeda satu sama lain. Kelihatannya  gay Indonesia mulai menyebut diri mereka gay dan lesbi pada tahun  1970  sampai  awal  1980an.[10]
Menurut Dr. Adian Husaini sebagai pakar pemikiran islam dan liberalisme telah mengingatkan dalam tulisan-tulisannya sejak awal 2000-an bahwa cepat atau lambat wabah LGBT ini akan merebak di Indonesia, sejalan dengan liberalisasi pemikiran LGBT. Tahun 2004, Jurnal Justicia yang diterbitkan sejumlah mahasiswa Fakultas Syariah satu universitas Islam di Semarang, sudah secara terbuka menulis laporan utama berjudul: Indahnya Kawin Sesama Jenis.
Redaksi Jurnal ini dengan tegas menulis:
”Hanya orang primitive saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alas an kuat bagi siapapun dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun  sudah maklum, bahwa proy manek menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan. Ketika Tuhan mengutus Luth untuk menumpas kaum homo karena mungkin bisa menggagalkan proyek Tuhan dalam penciptaan manusia (karena waktu itu manusia masih sedikit), maka Tuhan sekarang perlu mengutus “Nabi” untuk membolehkan kawin sejenis supaya mengurangi sedikit proyek Tuhan tersebut. Itu kalau Tuhan masih peduli dengan alamNya. Bagi kami, jalan terus kaum homoseks. Anda dijalan yang benar.”[11]
Pada tahun 2006, dicanangkan di Yogyakarta sebuah dokumen “Prinsip-prinsip Yogyakarta” (The Yogyakarta Principle), yang berisi tentang Hak Asasi Manusia Internasional dalam orientasi seksualitas dan gender. David Brown seorang orientalis menjelaskan dalam bukunya “Making Room for Sexual Orientation and Gender Identity in International Human Rights Law: An Introduction to the Yogyakarta Principles” (Membuat Ruangan bagi Orientasi Seksual dan Identitas Gender dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional: Sebuah Perkenalan pada Prinsip Yogyakarta) menjelaskan bahwa Prinsip Yogyakarta sebagai reaksi atas keprihatinan terhadap kekerasan yang dialami oleh kelompok minoritas seksual LGBT.[12]
Prinsip Yogyakarta merupakan sebuah dokumen yang berupaya untuk menjadi standar hukum untuk meluruskan prinsip-prinsip dari hukum HAM di tingkat internasional yang telah ada dan merefleksikannya dalam konteks keberagaman seksualitas dan gender untuk mengatasi pelecehan hak asasi manusia terhadap lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) dan (secara sekilas) interseks.
The Yogyakarta principles menyatakan, bahwa:
“All human beings are born free and equal in dignity and rights. All human rights are universal, interdependent, indivisible and interrelated. Sexual orientation and gender identity are integral to every person’s dignity and humanity and must not be the basis for discrimination or buse”.[13]
Kaum LGBT dan pendukungnya terus bergerak secara sistematis dan massif untuk memperjuangkan pengesahan perkawinan sejenis di Indonesia. Mereka melakukan promosi dengan mempopulerkan jargon indah: “Indonesia tanpa diskriminasi”. Gerakan ini secara terbuka memperjuangkan pengesahan legalisasi perkawinan sejenis, sebagaimana di 23 negara lainnya.
Aktivitis LGBT di Indonesia semakin mendapatkan angin segar ketika media ikut berperan aktif dalam meliput gerakan-gerakannya, bahkan di salah satu televisi dalam acara Good Morning Trans TV pada hari senin, 13 Juni 2005 telah memberikan peluang kelompok lesbian untuk mengkampanyekan dirinya bahwa banyak pelaku lesbian bisa hidup berdampingan bertahun-tahun. Tidak kalah pula media cetak yang ikut mengamini aktivitas yang dilakukan kelompok LGBT dengan menerbitkan tulisan-tulisan yang berbau LGBT. Salah satunya adalah penerbit eLSA (Lembaga Studi Sosial dan Agama) tahun 2005 yang menerbitkan kumpulan tulisan tentang LGBT yang diambil dari Jurnal Justisia Semarang, yang diberi judul “ Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual”. Kesimpulan buku tersebut menyatakan bahwa pengharaman nikah sejenis adalah bentuk kebodohanumat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut.[14]
Gerakan yang lain adalah memperkuat kapasitas organisasi LGBT di Indonesia dibidang orientasi seksual dan identitas gender serta hak asasi manusia, memperkuat jaringan advokasi HAM, memperkuat jejaring dan kolaborasi dengan lembaga akademisi (psikologi, PSW, Ushuluddin, dll) dan non pemerintah (YLBHI, HRWG) serta dengan LSM dan media. Kegiatan yang sering dilakukan adalah dialog, diskusi, seminar yang bertajuk hak asasi manusia baik ditingkat regional, nasional maupun internasional. Untuk memberikan semangat dan penguatan pada pelaku LGBT dan simpatisannya, mereka mendatangkan tokoh lesbi dunia yaitu Irshad Manji warga negara Kanada. Irshad Manji menjadi contoh menarik dalam pergulatan Islam dan kebebasan beralaskan nilai-nilai HAM sekuler dengan logika relativisme dan humanisme. Logika yang digunakan adalah menolak campur tangan Tuhan atau bahkan “memaksa Tuhan” tunduk dalam logika sekuler. Lebih kurang adab lagi – Tuhan  menjadi bahan hinaan dan pelecehan atas ketidakmampuannya mengatur kehidupan manusia dan alam semesta, dengan dalih perlu adanya kritisasi terhadap al Qur’an yang semakin tidak sesuai dengan kondisi globalisasi. Sehingga perlu dipertanyaakan keontentikan al Qur’an dan kema’shuman pembawanya (Nabi Muhammad).
 Pemikiran serampangan dan bebas tanpa batas ini menjadi malapetaka dalam dunia pemikiran Islam. Ketika adab tidak dijadikan sandaran dalam berfikir maka yang terjadi penghinaan dan pelecehan terhadap apapun yang dianggap menghambat misi liberalisme. Kelompok sekuler liberalisme yang mengusung penegakan HAM sebenarnya menafikan bahkan merusak HAM itu sendiri. Karena disisi lain mereka membela kaum yang dianggap tertindas, tapi disisi lain tidak peduli terhadap mereka yang menegakkan hukum kebenaran agama.

D.   Solusi LGBT di Indonesia
Mengutip dari Dr. Adian Husaini secara ringkas, bahwa untuk menanggulangi wabah LGBT di Indonesia adalah sebagai berikut:[15]
1.        Dalam jangka pendek perlu dilakukan peninjauan kembali peraturan perundang-undanga n yang memberikan kebebasan melakukan praktik hubungan seksual sejenis. Perlu ada perbaikan pasal 292 KUHP, misalnya secara eksplisit pasal tersebut menyebutkan pelarangan terhadap hubungan seksual sejenis.
2.        Dalam jangka pendek pula, sebaiknya perguruan tinggi yang secara resmi mendirikan Pusat Kajian dan Penanggulangan LGBT.
3.        Masih dalam jangka Pendek, sebaiknya masjid-masjid membuka klinik konsultasi penanggulangan sekularisme, liberalisme, LGBT dan yang terkait dengannya.
4.        Pemerintah bersama masyarakat perlu segera melakukan kampanye besar-besaran untuk memberikan penyuluhan tentang bahaya LGBT.
5.        Kaum muslimin hendaknya perlu memberikan pendekatan yang integral dan memandang kedudukan LGBT ditengah masyarakat dengan terus melakukan penyadaran kepada pelaku dan simpatisan LGBT.
6.        Perlunya keterlibatan tokoh masayarakat baik pada pelaku, simpatisan dan pemerintah untuk terus memberikan penyadaran dan pengambilan kebijakan atas aktivitas LGBT.
7.        Lembaga-lembaga donor (kelompok dan atau individu) perlu memberikan perhatian dengan memberikan beasiswa pada calon doctor yang bersedia mengkaji LGBT dan bersedia berdakwah khusus penyadaran pengidap LGBT
8.        Media-media massa (elektronik dan cetak) perlu menampilkan berita atau tulisan secara intens tentang pertobatan pelaku LGBT dan mengajak mereka untuk menyuarakannya sehingga masyarakat optimis bahwa penyakit LGBT dapat disembuhkan.
Demikianlah tulisan singkat ini, sekedar memberikan gambaran bahwa LGBT merupakan gen baru dari liberalisme. Tidak ada alasan seorang muslim maupun non muslim untuk menerima atau membenarkan aktivitas LGBT, karena tidak ada dalam sejarah gerakan kemungkaran, kekejian, keburukan bisa bertahan dimuka bumi, pasti mengalami kehancuran dan Allah memberikan azab terhadap pelakunya, simpatisannya bahkan orang yang membiarkannya.

****************************** Wallahu ‘alam ************************************






[1] G. Ernest Wright, "Bringing Old Testament Times to Life", National Geographic, Vol. 112, Aralık 1957, s. 833 dan lihat juga "Le Monde de la Bible", Archeologie et Histoire, Temmuz-Ağustos 1993 dan Werner Keller, Und die Bibel hat doch recht (The Bible as History; a Confirmation of the Book of Books), New York: William Morrow, 1956.
[2] “Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan hawa nafsumu (kepada mereka),  bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas”. QS. Al A’raf 7:81
[3] LGBT: Hak Asasi Individu atau Penyakit Moral,  http://karyaorbitaku.wordpress.com lihat juga di Sejarah LGBT di negara-negara Barat, artikel diakses diakses 27 Oktober 2015 dari http://www.perpusmuslim.com/2015/07/sejarah-lgbt-lesbian-gay-biseksual-dan.html
[4] “Sejarah Perjalan Lesbian, Gay, Biseksual, Trangender” diakses 27 Oktober 2015 dari http://gn-intern.blogspot.co.id/2009/03/perjalanan-sejarah-waria-gay-dan.html
[5] Prof Madya. Dr. Mohd Asri Zainal Abidin, "Seks Songsang Dalam Dunia Yang Rencam", artikel diakses pada 27 oktober 2015 dari http://drmaza.com
[6] Dr. Masyitah Ibrahim "Program Ikut Telunjuk Nafsu", artikal diakses pada 27 Oktober 2015, dari http://www.utusan.com.my
[7] Obama Dukung Pernikahan sejenis, Artikel diakses pada 27 Oktober 2015 May dari http://x22-28x.blogspot.com
[8] Dr. Adian Husaini, LGBT di Indonesia: Perkembangan dan Solusinya, (Jakarta: Insists, 2015), hal 25.
[9]……., Sepasang Gay Muslim Perancis Ingin membuat Mesjid Untuk Kaum Gay, Artikel diakses pada 27 oktober 2015 dari www.BagusJuga.com
[10] Tom Boellstorff, Gay dan Lesbian Indonesia serta Gagasan Nasionalisme, (UI Jakarta: Jurnal Antropologi Indonesia  Vol.  30,  No.1,  2006) hal 1. Lihat Juga Versi  Inggris dari  naskah  tersebut terbit di  Social Analysis  (50)  1,  Spring  2006,  hlm.  158-163. Diterjemahkan  oleh  lwan  Meulia Pirous, MA.  staf pengajar di Departemen Antropologi FISIP UI.
[11] Dr. Adian Husaini, LGBT di Indonesia….. hal 27-28

[12]Budi Larasati, Lebih Dekat Dengan Prinsip-prinsip Yogyakarta: Ruang Perlindungan LGBT Dalam Kerangka Hukum HAM Internasional, diakses tanggal 27 Oktober 2015 dari http://www.suarakita.org/2015/02/jurnal-lebih-dekat-dengan-prinsip-prinsip-yogyakarta-ruang-perlindungan-lgbt-dalam-kerangka-hukum-ham-internasional/

[13] The Yogyakarta principles, diakses tanggal 27 Oktober 2015 dari http://www.yogyakartaprinciples.org/principles_en.htm
[14] Dr. Adian Husaini, LGBT di Indonesia….. hal 101
[15] Dr. Adian Husaini, LGBT di Indonesia….. hal 117