Rabu, 09 April 2014

PLURALISME AGAMA PANDANGAN KRISTEN



PLURALISME AGAMA PANDANGAN KRISTEN
(Hasil wawancara Akh.Hasan Saleh dengan Dr. Stavri Indra Lumintang)

Dalam perjalanan sejarah pemikiran di Indonesia banyak problematika yang masih belum terselesaikan. Pada saat ini muncul pemikiran yang mengajak umat untuk mendangkalkan bahkan meniadakan keyakinan terhadap agamanya (keimanannya) dengan aling-aling banyaknya masalah pertikaian dan ketidakakuran agama, ras, suku dan budaya. Slogan Ide ini telah lama dtinggalkan oleh bangsa ini, namun sejak reformasi tidak mampu memberikan kepuasan terhadap kekuasaan, maka ide – paham pluralisme kembali muncul. Tokoh yang diangkat sebagai Bapak Pluralisme telah wafat meninggalkan mereka yang meyakini pemikirannya. Semoga Allah mengampuni dosa kita semua termasuk K.H. Abdurrahman Wahid sebagai tokoh yang menanam bibit pluralisme. Paham ini biasanya dikaitkan dengan kerukunan umat beragama. Seolah-olah dengan menganut paham ini kerukunan umat beragama akan tercapai. Sedangkan menurut Islam melalui MUNAS MUI Tahun 2005 telah memperjelas definisi pluralisme agama yaitu suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga  mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. Apa sebenarnya pluralisme dan bagaimana pandangan pluralisme menurut protesten?. Berkenaan dengan hal tersebut Akh. Hasan Saleh, mewawancarai Dr. Stavri Indra Lumintang yang sebagai dosen Pascasarjana Theologia dan filsafat pada Institut Injil Indonesia Batu dan yang telah menulis buku tentang Theologia Abu-Abu: Pluralisme Agama (706 hlm) dengan memaparkan tantangan dan ancaman pluralisme dalam theologia Kristen masa kini. Wawancara dilakukan disela-sela kesibukan Stevri pada acara penerimaan dan pemaparan kuliah mahasiswa baru pada aula Institut Injil Indonesia Batu.

Bagiamana asal muasal ide pluralisme di Indonesia?
Awal pluralisme perspektif kekristenan adalah adanya fakta kemajemukan sejak generasi kedua dari manusia pertama yang diwakili oleh Kain dan Habel. Namun dalam konteks ke-Indonesiaan, bahwa Indonesia salah satu negara di Asia yang majemuk dalam keagamaan. Kemajemukan ini, tentu sangat rawan terciptanya konflik agama. Oleh karena masing-masing agama memiliki klaim kebenaran yang mutlak untuk agamanya. Dengan kata lain setiap agama tidak mengakui kebenaran diluar agamanya sendiri. Ditambah dengan berbagai kepentingan didalanya, sangat berpotensi melahirkan konflik. Pluralisme sejak masa penjajahan Belanda sudah ada, tetapi pada masa itu rakyat masih konsentrasi untuk mengusir penjajah. Setelah penjajah pergi dari Indonesia, kekuasaan berganti dengan orde baru yang menjunjung tinggi Pancasila, walaupun ada maksud dibalik semua itu. Indonesia adalah negara majemuk di dunia, namun kemajemukan ini dapat diharmoniskan oleh dasar falsafah negara yaitu Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Sehingga Pancasila dan UUD 45 menjadi control terhadap paham dan pemikiran yang berkembang pada masa itu. Setelah Soeharto lengser – reformasi tidak mampu membendung konflik dimana-mana, karena Pancasila dan UUD 45 tidak di hormati lagi bahkan tidak dipakai, Pancasila di kotori. Akhirnya penjajahan beralih menjadi penjajahan diri-sendiri. Kemelut semakin menjadi – “perang dingin agama” tidak terelakkan. Pasca reformasi kekuasaan menyerukan untuk saling mengakui keberadaan dan persamaan agama dengan agama lain. Itulah yang akhirnya pluralisme mulai mendapatkan tempat karena kekuasaan bersama penguasa. Pluralisme sendiri muncul karena adanya konflik dua kelompok yang sesungguhnya tidak senang dengan pluralitas agama, kelompok yang pertama adalah fundamentalis dengan ekstrim kirinya, kelompok ini dapat dikatakan sebagai kelompok yang keras – mengakui agamanya sendiri, teologinya sendiri, dan menganggap tidak ada teologi agama lain. Yang kedua adalah kaum pluralis yang sangat gigih mempropagandakan pluralisme agama. Kaum pluralis ini melakukan propagandis dengan lembut sampai pada tingkat mengakui dan menerima kebenaran semua agama sebagai suatu kebenaran yang saling melengkapi. Namun keduanya ini adalah ekstrim, tidak sesuai dengan hakekat manusia, agama dan Indonesia. Saya sudah menjelaskan dalam buku saya Re-Indonesianisasi Bangsa.

Adakah pluralisme dalam tubuh kristen apa peyebabnya?
Ada. Beberapa faktor yang menyebabkan semangat pluralisme dalam teologi kristen termasuk di Indonesia yaitu: pertama adanya fenomena pluralitas agama dan kebudayaan yang masing-masing mengakui kemutlakan agama dan kebudayaannya masing-masing; kedua, masuknya relativisme diantara para pemikir dari masing-masing agama; dan ketiga, pengaruh teolog dan teologi Barat, terutama di Asia. Kalau kita memandang dengan lebih bijak sebenarnya pluralisme itu memang tidak selalu berarti negatif. Ada memang pluralisme yang diperbolehkan dan bahkan dianjurkan.

Kalau pluralisme diperbolehkan, pada aspek apa pluralisme bisa diperbolehkan dalam agama kristen?
Menurut saya, yang diperbolehkan dalam agama apapun adalah pluralisme dalam konteks kebangsaan, artinya dalam kemajemukan agama, ras, budaya dan suku harus saling menghormati dan mengakui keradaan agama lain. Pluralisme dalam konteks teologi akan menjadikan teologi abu-abu dan akan memunculkan kepalsuan agama – ada pendangkalan keimanan. Cita-cita pluralisme yaitu sedapat mungkin meminimalkan perbedaan, atau bahkan meniadakan perbedaan yang menjadi batu sandungan komunikasi antar agama – sehingga terjadi penghancuran jati diri masing-masing agama. Pada akhirnya hanya ada satu agama di dunia ini yaitu Global Theology (agama global). Global Theology itu yang disebut teologi Abu-abu yang tidak beridentitas, teologi yang kehilangan warna aslinya, karena memadukan dua atau lebih warna teologi dari semua kebenaran yang ada di agama-agama, dalam kebudayaan, filsafat dan ilmu pengetahuan apapun.

Apakah pluralisme akan menjadikan dirinya “Agama Baru”?
Ya, pluralisme dengan global teologinya dia sudah menjadi agama baru.

Apa ciri-ciri pluralisme sebagai agama baru?
Ciri yang pertama yaitu pandangan teologi agamanya yang menyatukan semua kebenaran agama, ini menjadi ideologi bagi kaum pluralis. Yang kedua adanya ceremoni baru (ibadah) yang kecenderungan menyembah berhala menurut saya.

Adakah konsistensi pluralisme terhadap pahamnya sendiri?
Kalau dilihat dari tujuannya, sebenarnya ada ketidakadilan yang dilakukan kaum pluralis yaitu menanggalkan keimanan agama dan menyamakan kebenaran setiap agama, mereka sebenarnya inconsisten.

Bagaimana reaksi gereja dengan masuknya pluralisme dalam tubuh kristen?
Perlu diketahui bahwa dalam kekristenan ada 4 sikap (pandangan): yang pertama, inklusivisme partikular, artinya semua manusia di selamatkan oleh Allah melalui kristus dan kristus ada di semua agama dan budaya, sekalipun mereka tetap memeluk agama mereka, tanpa harus menjadi kristen; kedua, Inklusivisme universalistik, bahwa keselamatan adalah ditawarkan kepada semua orang melalui iman kepada Allah, bahkan orang yang belum diinjili dan telah meninggal sekalipun bisa memperoleh kesempatan untuk diselamatkan; ketiga, ekslusivisme yang cenderung untuk arogansi terhadap orang lain; terakhir pluralisme yang sering mengunggulkan keunikan yang dimiliki dengan kemajemukan yang ada. Namun pluralisme ini bisa menjadi neo pluralisme (pluralisme baru) yang akhirnya menjadi global theology. Neo pluralisme memiliki semangat melakukan upaya untuk menanggalkan jati dirinya masing-masing agama.

Apa bahaya pluralisme agama bagi agama-agama di Indonesia?
Nampaknya ajaran mereka mengajarkan moral danmengejar kesamaan hak azasi manusia. Kedengarannya ajaran mereka sangat membela Allah dan sangat bersahabat dengan kebutuhan manusia. Kelihatannya ajaran mereka adalah ajaran yang paling dekat dengan ajaran agama. Namun sesungguhnya ajaran kaum pluralis adalah penuh dengan penipuan, dan sangat berbahaya. Pada hakekatnya mereka menolak azas utama dan mendasar dari agama kristen, termasuk agama-agama yang lain. Sehingga pluralisme dapat mendangkalkan bahkan merusak keimanan seseorang atas agamanya.

Yang terakhir, bagaimana solusi untuk menghadapi pluralisme agama yang sekarang gencar diwacanakan?
Yang harus dilakukan adalah memberikan pendidikan mental kepada masyarakat dengan kecerdasan emosi yang mampu meningkatkan pengetahuan dan keimanan. Kedua, peganglah Pancasila dan UUD 45 yang di amandemen, karena Pancasila mampu meredam dan menyatukan kemajemukan yang ada di Indonesia dengan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila mampu meredam sikap antipati, dan mengubahnya menjadi sikap menghargai sesama pemeluk agama yang lain. Pancasila menuntut semua warga negara untuk menghargai kehadiran dan keberadaan agama-agama lain, tanpa mengenal istilah minoritas dan mayoritas. Kemudian dengan meningkatkan toleransi antar umat beragama, maka tokoh-tokoh agama perlu terus mengadakan pertemuan-pertemuan untuk berdialog. Dengan demikian akan ada kedewasaan iman pada masing-masing penganut agama, sehingga tidak gampang menjadi munafik, artinya di depan agama lain bersikap baik, namun dibelakangnya menghancurkan. Oleh karena itu, harus ada saling toleran terhadap agama-agama, biarlah umat Islam meyakini kebenaran agamanya, umat kristen meyakini kebenaran agamanya, hindu dan budha begitu juga, tidak bisa dipaksakan untuk meyakini kebenaran semua agama.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih telah membuka blog ini