PLURALISME AGAMA PANDANGAN
KRISTEN
(Hasil wawancara Akh.Hasan Saleh
dengan Dr. Stavri Indra Lumintang)
Dalam perjalanan sejarah pemikiran
di Indonesia
banyak problematika yang masih belum terselesaikan. Pada saat ini muncul
pemikiran yang mengajak umat untuk mendangkalkan bahkan meniadakan keyakinan
terhadap agamanya (keimanannya) dengan aling-aling banyaknya masalah pertikaian
dan ketidakakuran agama, ras, suku dan budaya. Slogan Ide ini telah lama
dtinggalkan oleh bangsa ini, namun sejak reformasi tidak mampu memberikan
kepuasan terhadap kekuasaan, maka ide – paham pluralisme kembali muncul. Tokoh
yang diangkat sebagai Bapak Pluralisme telah wafat meninggalkan mereka yang
meyakini pemikirannya. Semoga Allah mengampuni dosa kita semua termasuk K.H.
Abdurrahman Wahid sebagai tokoh yang menanam bibit pluralisme. Paham ini
biasanya dikaitkan dengan kerukunan umat beragama. Seolah-olah dengan menganut
paham ini kerukunan umat beragama akan tercapai. Sedangkan menurut Islam
melalui MUNAS MUI Tahun 2005 telah memperjelas definisi pluralisme agama yaitu
suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya
kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama
tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang
lain salah. Pluralisme agama juga
mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan
di surga. Apa sebenarnya pluralisme dan bagaimana pandangan pluralisme menurut
protesten?. Berkenaan dengan hal tersebut Akh. Hasan Saleh, mewawancarai Dr.
Stavri Indra Lumintang yang sebagai dosen Pascasarjana Theologia dan filsafat
pada Institut Injil Indonesia Batu dan yang telah menulis buku tentang
Theologia Abu-Abu: Pluralisme Agama (706 hlm) dengan memaparkan tantangan dan
ancaman pluralisme dalam theologia Kristen masa kini. Wawancara dilakukan
disela-sela kesibukan Stevri pada acara penerimaan dan pemaparan kuliah
mahasiswa baru pada aula Institut Injil Indonesia Batu.
Bagiamana
asal muasal ide pluralisme di Indonesia?
Awal pluralisme
perspektif kekristenan adalah adanya fakta kemajemukan sejak generasi kedua
dari manusia pertama yang diwakili oleh Kain dan Habel. Namun dalam konteks
ke-Indonesiaan, bahwa Indonesia salah satu negara di Asia yang majemuk dalam
keagamaan. Kemajemukan ini, tentu sangat rawan terciptanya konflik agama. Oleh
karena masing-masing agama memiliki klaim kebenaran yang mutlak untuk agamanya.
Dengan kata lain setiap agama tidak mengakui kebenaran diluar agamanya sendiri.
Ditambah dengan berbagai kepentingan didalanya, sangat berpotensi melahirkan
konflik. Pluralisme sejak masa penjajahan Belanda sudah ada, tetapi pada masa
itu rakyat masih konsentrasi untuk mengusir penjajah. Setelah penjajah pergi
dari Indonesia, kekuasaan berganti dengan orde baru yang menjunjung tinggi
Pancasila, walaupun ada maksud dibalik semua itu. Indonesia adalah negara
majemuk di dunia, namun kemajemukan ini dapat diharmoniskan oleh dasar falsafah
negara yaitu Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Sehingga Pancasila
dan UUD 45 menjadi control terhadap paham dan pemikiran yang berkembang pada
masa itu. Setelah Soeharto lengser – reformasi tidak mampu membendung konflik
dimana-mana, karena Pancasila dan UUD 45 tidak di hormati lagi bahkan tidak
dipakai, Pancasila di kotori. Akhirnya penjajahan beralih menjadi penjajahan
diri-sendiri. Kemelut semakin menjadi – “perang dingin agama” tidak terelakkan.
Pasca reformasi kekuasaan menyerukan untuk saling mengakui keberadaan dan
persamaan agama dengan agama lain. Itulah yang akhirnya pluralisme mulai
mendapatkan tempat karena kekuasaan bersama penguasa. Pluralisme sendiri muncul
karena adanya konflik dua kelompok yang sesungguhnya tidak senang dengan
pluralitas agama, kelompok yang pertama adalah fundamentalis dengan ekstrim
kirinya, kelompok ini dapat dikatakan sebagai kelompok yang keras – mengakui
agamanya sendiri, teologinya sendiri, dan menganggap tidak ada teologi agama
lain. Yang kedua adalah kaum pluralis yang sangat gigih mempropagandakan
pluralisme agama. Kaum pluralis ini melakukan propagandis dengan lembut sampai
pada tingkat mengakui dan menerima kebenaran semua agama sebagai suatu
kebenaran yang saling melengkapi. Namun keduanya ini adalah ekstrim, tidak
sesuai dengan hakekat manusia, agama dan Indonesia. Saya sudah menjelaskan
dalam buku saya Re-Indonesianisasi Bangsa.
Adakah
pluralisme dalam tubuh kristen apa peyebabnya?
Ada.
Beberapa faktor yang menyebabkan semangat pluralisme dalam teologi kristen
termasuk di Indonesia yaitu: pertama adanya fenomena pluralitas agama dan kebudayaan
yang masing-masing mengakui kemutlakan agama dan kebudayaannya masing-masing;
kedua, masuknya relativisme diantara para pemikir dari masing-masing agama; dan
ketiga, pengaruh teolog dan teologi Barat, terutama di Asia. Kalau kita
memandang dengan lebih bijak sebenarnya pluralisme itu memang tidak selalu
berarti negatif. Ada memang pluralisme yang diperbolehkan dan bahkan
dianjurkan.
Kalau
pluralisme diperbolehkan, pada aspek apa pluralisme bisa diperbolehkan dalam
agama kristen?
Menurut
saya, yang diperbolehkan dalam agama apapun adalah pluralisme dalam konteks
kebangsaan, artinya dalam kemajemukan agama, ras, budaya dan suku harus saling
menghormati dan mengakui keradaan agama lain. Pluralisme dalam konteks teologi akan menjadikan
teologi abu-abu dan akan memunculkan kepalsuan agama – ada pendangkalan
keimanan. Cita-cita pluralisme yaitu sedapat mungkin meminimalkan perbedaan,
atau bahkan meniadakan perbedaan yang menjadi batu sandungan komunikasi antar
agama – sehingga terjadi penghancuran jati diri masing-masing agama. Pada
akhirnya hanya ada satu agama di dunia ini yaitu Global Theology (agama
global). Global Theology itu yang disebut teologi Abu-abu yang tidak
beridentitas, teologi yang kehilangan warna aslinya, karena memadukan dua atau
lebih warna teologi dari semua kebenaran yang ada di agama-agama, dalam
kebudayaan, filsafat dan ilmu pengetahuan apapun.
Apakah
pluralisme akan menjadikan dirinya “Agama Baru”?
Ya,
pluralisme dengan global teologinya dia sudah menjadi agama baru.
Apa ciri-ciri
pluralisme sebagai agama baru?
Ciri yang
pertama yaitu pandangan teologi agamanya yang menyatukan semua kebenaran agama,
ini menjadi ideologi bagi kaum pluralis. Yang kedua adanya ceremoni baru
(ibadah) yang kecenderungan menyembah berhala menurut saya.
Adakah
konsistensi pluralisme terhadap pahamnya sendiri?
Kalau
dilihat dari tujuannya, sebenarnya ada ketidakadilan yang dilakukan kaum
pluralis yaitu menanggalkan keimanan agama dan menyamakan kebenaran setiap
agama, mereka sebenarnya inconsisten.
Bagaimana
reaksi gereja dengan masuknya pluralisme dalam tubuh kristen?
Perlu diketahui bahwa dalam kekristenan ada 4
sikap (pandangan): yang pertama, inklusivisme partikular, artinya semua
manusia di selamatkan oleh Allah melalui kristus dan kristus ada di semua agama
dan budaya, sekalipun mereka tetap memeluk agama mereka, tanpa harus menjadi
kristen; kedua, Inklusivisme universalistik, bahwa keselamatan adalah
ditawarkan kepada semua orang melalui iman kepada Allah, bahkan orang yang
belum diinjili dan telah meninggal sekalipun bisa memperoleh kesempatan untuk
diselamatkan; ketiga, ekslusivisme yang cenderung untuk arogansi
terhadap orang lain; terakhir pluralisme yang sering mengunggulkan
keunikan yang dimiliki dengan kemajemukan yang ada. Namun pluralisme ini bisa
menjadi neo pluralisme (pluralisme baru) yang akhirnya menjadi global
theology. Neo pluralisme memiliki semangat melakukan upaya untuk menanggalkan
jati dirinya masing-masing agama.
Apa bahaya
pluralisme agama bagi agama-agama di Indonesia?
Nampaknya
ajaran mereka mengajarkan moral danmengejar kesamaan hak azasi manusia.
Kedengarannya ajaran mereka sangat membela Allah dan sangat bersahabat dengan
kebutuhan manusia. Kelihatannya ajaran mereka adalah ajaran yang paling dekat
dengan ajaran agama. Namun sesungguhnya ajaran kaum pluralis adalah penuh
dengan penipuan, dan sangat berbahaya. Pada hakekatnya mereka menolak azas
utama dan mendasar dari agama kristen, termasuk agama-agama yang lain. Sehingga
pluralisme dapat mendangkalkan bahkan merusak keimanan seseorang atas agamanya.
Yang
terakhir, bagaimana solusi untuk menghadapi pluralisme agama yang sekarang
gencar diwacanakan?
Yang harus
dilakukan adalah memberikan pendidikan mental kepada masyarakat dengan
kecerdasan emosi yang mampu meningkatkan pengetahuan dan keimanan. Kedua,
peganglah Pancasila dan UUD 45 yang di amandemen, karena Pancasila mampu
meredam dan menyatukan kemajemukan yang ada di Indonesia dengan Bhineka Tunggal
Ika. Pancasila mampu meredam sikap antipati, dan mengubahnya menjadi sikap
menghargai sesama pemeluk agama yang lain. Pancasila menuntut semua warga
negara untuk menghargai kehadiran dan keberadaan agama-agama lain, tanpa
mengenal istilah minoritas dan mayoritas. Kemudian dengan meningkatkan toleransi antar umat
beragama, maka tokoh-tokoh agama perlu terus mengadakan pertemuan-pertemuan
untuk berdialog. Dengan demikian akan ada kedewasaan iman pada masing-masing
penganut agama, sehingga tidak gampang menjadi munafik, artinya di depan agama
lain bersikap baik, namun dibelakangnya menghancurkan. Oleh karena itu, harus ada saling toleran terhadap
agama-agama, biarlah umat Islam meyakini kebenaran agamanya, umat kristen
meyakini kebenaran agamanya, hindu dan budha begitu juga, tidak bisa dipaksakan
untuk meyakini kebenaran semua agama.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terima kasih telah membuka blog ini